Ibu Jangan Marah, Ya!
Selasa, 10 April 2018
4 Komentar
Pernahkah
teman-teman mendengar judul diatas?
Kalau
pernah, berarti kita senasib. Lalu yang ngomong siapa? Ya, anak-anak, dong.
Melihat
gerak-gerik si anak dengan ucapan bernada memohon untuk tidak marah, saya jadi
curiga. Pasti telah terjadi sesuatu yang tidak saya kehendaki. Contohnya,
ketika si anak habis jatuh di sekolah, bertengkar atau kehilangan barangnya.
Jika
suatu obrolan dimulai dengan permintaan tersebut, mau tak mau saya mesti
mengatakan iya. Demi kelancaran cerita selanjutnya. Demi keberhasilan saya
mengorek apa yang dilakukan si anak.
Ketika
saya sudah mengatakan “iya”, barulah si anak bercerita. Awalnya
sepotong-sepotong karena masih ada perasaan takut dimarahi. Kok, saya mirip
monster yang menakutkan ya.
Begitulah
anak saya yang bungsu. perasaannya lebih halus dibandingkan kakak-kakaknya.
Hal-hal yang dirasakan akan membuat saya tak suka saja- membuat gerak-geriknya
berubah.
Sebagai
ibu, wajar kalau saya melihat gelagat aneh seperti ini. Namun saya tak perlu
gegabah untuk membuat pengakuan. Ini hanya akan membuat dia menarik diri,
menghindar dari kejujuran. Bisa saja dia mengatakan baik-baik saja, padahal
sedang takut dan sedih.
“Ibu
jangan marah, ya!” pinta si anak.
Oke,
ibu tidak marah asal adik mau bercerita ada apa. Si anak masih diam, mencoba
memahami situasi. Saya memberikan kesempatan untuk curhat. Hal-hal sepele tapi
bagi anak ini sesuatu sekali.
Siapapun
tentu tak ingin dimarahi. Apalagi oleh orang tua yang sehari-hari bersamanya.
Maka, saya senang kalau si anak mau cerita apa saja. Dengan begini saya jadi
tahu apa sedang terjadi dalam dunia
anak-anak.
Namanya
anak-anak, bermain sebentar kemudian bersenggolan lalu bertengkar. Besok diulangi
lagi. Kadang rukun kadang juga tidak. Asalkan orang tua sama-sama paham bahwa
dunia anak seperti ini, insyaAllah anak-anak akan baik-baik saja.
Yang
baru-baru ini ternyata si anak mau membelikan rautan untuk temannya. Saya agak
terkejut dengan keinginan tersebut. Masalahnya apa sampai ingin membelikan
rautan. Kakaknya mengajak ke toko ATK terdekat dan tidak berhasil membawa
pulang rautan seperti keinginannya.
Saya
bilang besok aja. Tapi si anak memaksa. “Ibu, aku sudah janji sama temanku.
Nanti kalau tidak ditepati, dosa loh.”
Setelah
saya tanya lagi, ternyata rautan miliknya rusak. Entah rusak karena apa,
rasanya hari itu saya dipaksa untuk mengantarkan ke toko ATK lain. Karena di
toko ini banyak pilihan, jelas si anak galau. Rencana membelikan rautan untuk
temannya tidak jadi.
Geli
juga dengan keinginan anak yang tiba-tiba berubah. Tapi saya berbaik sangka
saja. Rautannya memang rusak dan si anak merasa bersalah tidak menjaga barang
miliknya. Sementara kalau meminjam milik teman bisa jadi mengganggu. Ini kalau
terjadi di jam pelajaran sekolah.
Jadi,
ibu memang tidak perlu marah. Cari tahu dulu masalah si anak. Barangkali si
anak cuma butuh curhat atau memang butuh dukungan dari kita. Apapun masalahnya,
dibicarakan dengan tenang dan dicari solusinya.
Aih,
nulis seperti ini seperti mengingatkan akan banyak kejadian bersama anak-anak.
Bisa jadi semacam #selfreminder. Kalau teman-teman yang pernah mengalami
seperti ini, sharing dong!
^_^
saya pun anak bungsu mbak :D
BalasHapusBetul sekali, dengan cara seperti itu, anak butuh curhat, anak butuh dukungan dari orangtua tercinta.
BalasHapusmelihat orang tua marah, terutama Ibu, rasanya ada seseuatu yang menganjal dihati, ujung2nya nasib anaknya jadi sering sial, smoga2 ibu didunia ini cepat memaafkan anaknya agar anaknya selamat dan nyaman.:)
BalasHapusKalo anakku udh ngucapin gini, yg ada aku malah ga tega :p. Dan ujug2 memang pasti ga marah. Yg pasti aku mau kyk ortuku dulu. Kita kaka beradik selalu takut trus trang, ya karena tiap kali jujur pasti dimarahin. Anak2ku ga boleh ngerasain itu. Lbh baik mereka jujur drpd sembunyi diam2
BalasHapus