Jelajahi Nusantara, Dari Desa Ke Ibukota

monas


Setiap melihat foto keindahan nusantara saya berharap suatu saat bisa berkunjung ke tempat-tempat tersebut. Keinginan yang tak muluk, karena tak harus datang dari ujung ke ujung, pelosok ke pelosok negeri. Saya tahu batas kemampuan tubuh, modal hingga persiapan lainnya.


Beberapa tempat wisata yang pernah saya kunjungi membuat saya semakin yakin bahwa Indonesia itu indah. Ya, kitalah yang memilikinya, kita juga yang mendukungnya dengan berbagai cara. Support wisata lokal hingga kuliner lokal.

Keelokan pelosok nusantara seperti sebuah magnet, memiliki daya tarik dari waktu ke waktu. Begitu alami, unik dan tak kalah dengan destinasi wisata di mancanegara. Seperti Yogyakarta yang selalu bikin kangen, Jakarta yang segudang keramaiannya, Bali yang cantik dan daerah-daerah lainnya. Semua indah dan mudah dikunjungi dengan pesan Tiket Pesawat untuk perjalanan kita.

Oh ya, minggu lalu saya bersama keluarga besar dari suami berangkat ke Jakarta dengan tujuan utama menghadiri undangan pernikahan seorang kerabat. Perjalanan yang melelahkan. Tapi tetap bikin kangen. Suasana perjalanan dan orang-orang yang sempat saya temui dalam perjalanan.

Untuk memudahkan perjalanan kita bisa memesan Tiket Pesawat Garuda Indonesia. Unduh dan pasang aplikasi Skyscanner di smartphone kita. Skyscanner merupakan situs pencarian wisata dunia yang jujur dan terpercaya, meliputi penerbangan, hotel dan sewa mobil. Disini ada layanan fitur info harga untuk update tiket pesawat tiap hari. Sst... sering ada promo, loh! Nikmati kemudahannya hingga kenyamanannya. Aih.... baru datang rasanya ingin pergi lagi....

Menjelajahi nusantara bukan saja tentang menginjakkan kaki ke pelosok negeri, namun juga mengenal wajah Indonesia beserta segenap keunikannya. Mengenal budaya, seperti saat kami melihat dua ondel-ondel dipinggir jalan (Sayang tidak sempat memotret). Segera saja saya memanggil anak-anak. Lalu bercerita sedikit tentang ondel-ondel. Ya, ondel-ondel adalah boneka besar dan tinggi yang biasa digunakan orang-orang Betawi dalam pesta-pesta rakyat. Wajah ondel-ondel perempuan biasanya dicat warna putih sedangkan laki-laki dengan warna merah.

monas


Meski kami sempat ragu menjelang keberangkatan ke Jakarta, rombongan keluarga kami tetap melakukan persiapan sebelum berangkat. Betapa repotnya menempuh perjalanan bersama orang tua hingga anak balita. Barang bawaan yang tak sedikit. Bayangan rute yang jauh juga suasana ibu kota yang jelas berbeda dengan di daerah. Makanan lokal berbeda dengan daerah pesisir yang cenderung asin dan pedas.

Demi memenuhi undangan, maka semua keraguan tersebut disingkirkan. Yang pasti ada kerinduan untuk berjumpa dengan kerabat. Ah, kapan lagi kalau tidak sekarang. Jarak hanyalah deretan angka yang membentang.

Selama di Jakarta, saya sekalian mengunjungi kerabat lainnya. Lumayanlah sekali jalan bisa mempir ke rumah-rumah kerabat yang ada di Jakarta. Meski sebentar, ada haru yang menyelimuti relung hati. Sekarang kami bisa bertemu kemudian berpisah. Waktu tak pernah bisa seperti yang saya inginkan. Bergerak dan terus bergerak....

Ada pengalaman yang menarik ketika saya dijemput bulik dari Depok. “Kok, lama sih, katanya jam dua kesini. Sekarang sudah jam tiga lebih,” saya mengeluh diujung telepon.

“Ini Jakarta! Bukan Tuban!” kata bulik kemudian tertawa.

Iya saya juga tahu kalau sedang berada di Jakarta. Tapi kok lama. Saya tetap saja mengeluh. Masak sih perjalanan butuh waktu selama ini. Hampir dua jam menunggu dan katanya sedang dalam perjalanan. Selama itukah perjalanan harus ditempuh? Ini seperti perjalanan dari Tuban ke Surabaya kalau jalan lagi lenggang.

“Di Jakarta, sudah biasa macet. Jangan bayangkan seperti di Tuban. Kemana-mana dekat. Nggak ada macet,” kata bulik lagi.

Meskipun saya pernah tinggal di Jakarta di awal pernikahan, tetap saja masih terasa suasana di kampung halaman. Akhirnya saya menunggu hingga bulik saya datang. Kemudian saya, suami dan anak-anak ikut ke Depok. Dalam perjalanan, saya juga terus menerus bertanya, “Masih lama nggak?”

“Nggak kok, deket,” jawab sepupu santai. Mobil melaju melewati jalanan yang padat, bahkan sempit. Dihimpit kendaraan lain. Sepupu saya sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini tetap tenang.

Entah sampai berapa kali saya bertanya dan jawabannya tetap sama. Sebagai penduduk jakarta, mereka sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Hanya saja sebagai orang daerah (baca: desa) tetap saja saya merasa tak biasa. Melihat deretan kendaraan yang tak bergerak menyisakan tanda tanya, kapan tiba di rumah bulik. Sementara badan sudah tak karuan rasanya. Ingin segera rebahan di kasur saja.

monas


Mumpung sedang di Jakarta, kami ingin memaksimalkan waktu dengan silaturahim dan jalan-jalan. Silaturahim sudah beres, tinggal jalan-jalan. Tapi kemana yang murah meriah dan dekat dengan tempat kami menginap? Sepupu saya agak ragu menjawab, “Kalau pengen wisata kemana ya? Kalau mall banyak!”

Mengapa jawabannya justru ke mall. Jalan-jalan ke mall bisa membuat isi dompet semakin kurus dan barang bawaan semakin banyak dan berat. Sudahlah, jalan ke mall tidak ada dalam daftar tempat yang mau dikunjungi. Akhirnya kami berangkat ke Monas. Kalau lima tahun lalu ke Monas di malam hari, kali ini sore hari hingga malam.

Sayang membawa orang tua ke tempat seperti ini tidak cocok. Sebentar saja sudah kelelahan. Sementara anak-anak masih kuat berjalan dan berlarian. Masih ingin berlama-lama disini. Baiklah, diambil jalan tengah saja. Bapak mertua dan paklik menunggu di Monas ketika kami sholat di masjid Istiqlal.

Untuk menuju masjid Istiqlal itu kami naik bajaj. Ini seperti mengulang masa lalu. Dulu saya juga sempat bepergian dengan bajaj. Suaranya meraung-raung membelah jalanan yang padat. Untuk mengangkut rombongan keluarga (14 orang termasuk anak-anak) kami menggunakan tiga bajaj. Per bajaj membayar Rp 20.000 sekali jalan. Sopirnya sepertinya sama saja, bikin jantung deg-degan. Jalan ugal-ugalan. Serem!

Tiba lagi di Monas dalam keadaan bingung. Sebenarnya tadi masuk pintu mana? Ya, sudah jalan saja, nanti juga ketemu rombongan lainnya.  Meski sempat bertanya kabar, akhirnya rombongan lainnya datang juga.

bajaj


Kemudian kami menyusul  bapak mertua  yang masih di Monas. Maksud hati ingin mengajak pulang, namun bapak memiliki rencana lain. Oh, tidak bapak ingin membelikan baju dengan tulisan atau gambar Monas. Jadi kami jalan ke pintu keluar dekat gedung Pertamina sementara yang dimaksud untuk membeli baju ada di pintu lainnya. Awww...

Dengan sedikit rayuan, suami berhasil membujuk bapak untuk membeli baju di tempat ini saja. Kasihan bapak jika harus berjalan lagi. Jauh. Selanjutnya kami memesan taxi online untuk pulang.

Mengingat perjalanan ke Jakarta membuat saya ingin melakukan perjalanan berikutnya. Ada saja cerita seru dan kesan di dalam setiap perjalanan. Pastikan perjalanan kita dengan Skyscanner. Pesan Tiket Pesawat Garuda jadi lebih mudah.

Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh ID Corners dan Skyscanner.

^_^

Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

14 Komentar untuk "Jelajahi Nusantara, Dari Desa Ke Ibukota"

  1. Mbak Nur aku kok langsung membayangkan dirimu pas bilang " Katanya 2 jam. Ini udah 3 jam lebih ? "

    Dan aku yakin bakal bereaksi sama kayak bulik Mbak Nur ... Ngakak hahaha

    BalasHapus
  2. kalau dari Desa Ke Kota Urbanisasi dong Mbak, heheheh....

    Saya juga mau Mbak, jalan2 kepelosok negeri, tapi cuma menghayal dululah, soalnya waktu,tenaga dan uangnya belum ada, hehehe...

    BalasHapus
  3. Kenapa tidak berkunjung ke tampat saya juga. Sayang atu, kan bisa kopdar. Bisa berbagi ilmu.
    Jalan-jalan di monas, hanya dapat cepeknya doang. Lelah letih lesu.
    Sudah begitu, pulangnya kena macet. Serem deh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya capek sih tapi tetap senang kalau lihat anak-anak dan lainnya juga senang.

      Hapus
  4. Nah ternyata Tuban juga punya kelebihan dibanding kota lain kan Mba, gak ada macet dan ke mana-mana dekat hehehehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itulah yang membuat saya betah di kampung halaman.

      Hapus
  5. Sekarang lebih mudah pesan tiket pesawat kalau mau bepergian kemana saja ya mbak ^^

    BalasHapus
  6. baru tau kalau ondel-ondel itu ada bedaanya antara yang laki ama yang perempuan.
    wahh ke Monas, btw kalau masuk ke Monas itu bayar e berapa mba? bener juga sih tapi, opsi main di jakarta ga sebanyak tempat main di daerah-daerah. Taapi Monas tetep menarik *belum pernah soalnya* wkwkw jadi pengen

    BalasHapus
  7. Jalan jalan tentu menyenangkan apa lagi sambil silaturahmi kan bisa dapat nilai ibadahnya juga in syaa Allah

    betul kota besar tampaknya trend banget sama macetnya ya

    saya tinggal di kota kecil, butuh lima jam untuk ke ibu kota propinsi, yah begitulah kalau sudah memasuki area perkotaan langsung disambut dengan si macet kendaraan kadang nyaris tak bergerak

    bosan dan lelah kadang anak udah ngomel aja di jalan hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, itulah kalau jalan-jalan pas didaerah itu ada kerabat bisa sekalian mampir.

      Hapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel