Makan Begitu Saja, Kok Mahal

masakan padang


Halo! Apa kabar teman-teman?

Mendadak ingin ngeblog karena hasrat ingin berbagi cerita alias curhat memang beda tipis ya. Lupakan sejenak badan yang letih setelah menempuh perjalanan. Mumpung ada ide, menulis remeh-temeh bisa jadi untuk melepaskan lelah juga.

Hari ini saya baru datang dari Malang. Ya, meski tujuan utama adalah untuk menjenguk si sulung, namun tak ada salahnya untuk memaksimalkan dengan jalan-jalan. Kapan lagi kalau tidak sekarang. Mumpung si anak masih tinggal di Malang.

Berangkat lewat Surabaya dan pulangnya sengaja memilih lewat Pujon. Asal tidak sore, kami bisa menikmati view pengunungan, kebun sayur, hutan dan sungai. Suasana yang segar dengan jalan yang meliuk-liuk.

Sayang, cuaca saat kami berangkat yang cerah ceria mendadak mendung kemudian hujan lebat. Jalanan padat dan kendaraan merayap pelan. Dalam keadaan apapun sangat penting untuk mengutamakan keselamatan. Keinginan untuk melihat view kanan dan kiri jendela mobil jadi terabaikan.

Dalam perjalanan, saya sempat berpikir akan berhenti dimana untuk makan siang yang terlambat nanti. Tapi melihat suasana yang suram, lebih baik lupakan sejenak rencana untuk mencari warung makan.

Kalau lagi santai, kami biasa mampir di cafe susu milik KUD di Pujon. Lupa namanya apa. Suka banget dengan susu segar disini. Rasa susunya kuat. Di lantai dua itu kami bisa menikmati aneka susu hangat.

Karena anak-anak tidur, mobil melaju saja. Saya kangen masakan Padang. Sudah lama saya tidak makan masakan Padang. Suami setuju. Sekalian saja menunggu anak-anak bangun. Jadi mereka bisa tidur nyenyak lebih lama.

Perjalanan selanjutnya lancar. Cuaca sudah mulai bersahabat. Akhirnya tiba juga di rumah makan Padang di Jombang. Ini bukan pertama kali kesini. Sudah lebih dari tiga kali. Jadi saya mulai hafal rasa masakan disini. Demikian juga dengan harga. Saya merasa murah saja. Merasa ya!

Kalau biasanya kami pesan nasi rendang, si mas pelayannya langsung melayani dengan cepat. Sepiring nasi rendang lengkap dengan daun singkong dan sambal ijo sudah disajikan di meja. Namun kali ini saya dipersilakan duduk saja. Nanti menu akan dihidangkan di meja. Mau model begini terserah saja, toh saya cuma mau makan nasi rendang.

Dengan banyaknya menu, saya senang saja bisa foto-foto. Kalau masalah makan, ah... kami makannya juga begitu-begitu saja. Rendang tetaplah rendang. Si bungsu makan cumi. Kemudian kakaknya.

Yang bikin kaget adalah ketika harus membayar di kasir. Harganya sudah berubah dari saya kesini dulu. Iya, sih paling tahun lalu terakhir kesini. tahun lalu, tapi entah bulan apa. Yang jelas sudah agak lama tidak mampir di rumah makan ini.

Makan untuk empat porsi kok habisnya lumayan banyak. Untuk ukuran saya yang cenderung suka makan di warung, harga makanan disini mahal. Ini bukan di kota besar dan biaya hidup juga tidak mahal juga. Contohnya cumi satu biji harganya Rp 45.000. Karena semua makanan dihitung per piring, jatuhnya mahal.  Aduh... andaikan ada daftar harga lebih baik saya balik saja.

Sewaktu menghitung menu di meja, si mas bertanya berkali-kali. Udang cuma dihidangkan satu dikira dua. Sampai dicari tusuknya dibawah meja makan. Saya katakan saja kalau udangnya cuma satu tusuk dan masih utuh.

Saya jadi ingat tiga tahun lalu, suami masih dinas di Perak, Surabaya. Saya hafal deretan rumah makan hingga warung Padang. Soal rasa, ada harga ada rasa. Yang enak jelas mahal, tapi kami tidak menyesal membayar segitu. Karena harga dan rasa itu sepadan. Yang warung Padang juga enak dan tidak mahal sekali.

Masalah makan dalam perjalanan ini kadang membuat kami trauma. Maksud hati ingin makan sesuai dengan waktu makan. Kalau siang ya makan siang. Faktanya tidak seperti itu. Bisa menemukan warung di jam makan siang sudah bagus. Namun kalau tidak?

Tunggu saja, di sepanjang jalan pasti banyak warung. Bahkan di tengah hutan saja ada warung. Tapi saya tidak mau asal memilih warung. Beberapa warung maupun rumah makan yang cocok di lidah menjadi jujugan untuk perjalanan selanjutnya.

Pengalaman lainnya tentang makan yang tak sesuai harga adalah ketika kami memilih rumah makan di Lamongan. Sebenarnya kalau di Lamongan ini saya biasa mampir di rumah makan Asih, Asih Jaya Putra, Asih Prasmanan dan Kaliotik. Lainnya ada Bumbu Jangkep, dsb (nggak hafal)  tapi cuma sekali jadi lupa begitu saja.

Yang pasti kalau cuma sekali mampir lalu tidak mengulang makan disana artinya saya merasa ada yang kruang pas. Contohnya ketika saya makan di sebuah rumah makan prasmanan. Pertama kali makan disana, kok enak, kok murah. Oke, selanjutnya makan lagi disana. Agak terburu-buru membayar di kasir dan ternyata kok mahal. Bukannya dulu murah?

Dalam perjalanan pulang saya dan suami baru sadar kalau ternyata si mbak kasir salah hitung. Mestinya saya makan satu ikan tapi dihitung dua. Yeah... mau balik lagi, kok ya capek, sudah terlanjur jalan. Ya, sudah biarkan saja, tidak jadi balik.

Pengalaman seperti ini tidak saja saya yang merasakan. Ada teman yang mengeluhkan makan di warung kok mahal. Iya di warung, bukan di rumah makan. Kalau di rumah makan pastinya sudah siap dengan budgetnya. Sementara kalau warung, kita bisanya berpikir pasti harga rakyat, murah.

Jadi kapok mampir di warung atau rumah makan selama di perjalanan?

Kalau saya tidak. Bagaimana mau kapok, saya atau siapapun kita yang sedang dalam perjalanan pastinya membutuhkan makan dan minum. Kalau perjalanan jauh, tetap diusahakan mencari rumah makan sesuai budget. Meski sekarang menjamur rumah makan yang instagrammable, harga tetap menjadi pertimbangan saya.

Ketika berangkat saya bisa menyiapkan makan juga snack. Jadi kami biasa makan di mobil atau berhenti di masjid, rest area buat makan. Tapi kalau lebih dari sehari, mau tidak mau tetap membeli makan.

Saya anggap kejadian seperti ini apes saja. Salah memilih tempat makan. Tidak selamanya makan di warung itu menunya biasa saja. Juga tidak selamanya makan di rumah makan itu mahal. Dari pengalaman saya jalan-jalan, kalau beruntung, saya bisa mendapatkan makan enak dengan harga yang ramah di kantong.

tahu telor


Seperti ketika di Batu. Diantara deretan rumah makan di jalan menuju Jatim Park 3. Kalau sering kesini pasti hafal rumah makan, cafe, resto - apapun namanya – yang luas, ramai dan suasana yang menyenangkan. Tinggal pilih yang mana. Jangan lupa lihat budget.

Di daerah ini saya sering mampir ke warung sop kikil. Meskipun namanya warung sop kikil, tapi menunya macam-macam. Saya bahkan tidak pernah mencoba sop kikilnya (bukan penggemar kikil). Namun menu lainnya seperti tahu telor, tahu genjrot, ayam bakar dan bakso. Tahu telor seporsi Rp 20.000 – saya tak mampu menghabiskannya. Biasanya saya makan berdua dengan anak atau suami. Ayam bakarnya empuk, bumbu merasuk sampai ke dagingnya. Harga (ada daftar harga) tidak berubah selama dua tahun terakhir.

Ketika sering berkunjung ke suatu daerah, saya berusaha menghafalkan tempat-tempat makan. Demi jalan-jalan (apapun tujuannya), jangan sampai masalah makan ini justru membuat budget membengkak. Juga sekali salah memilih warung, jangan sampai terulang lagi.

^_^

Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

20 Komentar untuk "Makan Begitu Saja, Kok Mahal"

  1. Di daerahku ada beberapa warung makan ngibulin pelanggannya, apalagi pelanggan baru dan dari luar kota seperti kerampokan pdhal warung makannya punya nama besar terus sempat viral orang protes bayarnya kemahalan sejak itu warungnya sepi.Betul aku selalu mencatat warung makan yg bersih enak dan murah

    BalasHapus
  2. Klo aku biasanya nyari yang tempat makan berjaringan mba..jadi biasanya harga sudah standard. Klo padang, misal murah meriah, sederhana.. ato klo yang model penyet2 kayak SS, aldan, penyet surabaya..

    Tp mmng aku jarang pergi jauh2..

    Klo njajan, trus pas bayar mahal..besok lagi nggak bakalan balik..����

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itulah mba, mending nyari yang jelas ya. Yang nggak jelas bikin kapok.

      Hapus
  3. Sebenernya kalo makan padang biar murah di RM Padang yang cukup besar, kita bisa pilih opsi mba. Pertama, pelayan yang ngambilin nasi + lauknya, jadi kita tinggal pesen pas baru sampe. ama Kedua, kita gak pesen apa-apa tapi semuanya di hidangin di meja.

    Kalau dari harga, opsi kedua emang jauh berbeda dari opsi pertama. Karena sistemnya kalau ada lauk yang disentuh dari yang disajikan, berarti kita membeli. Setahu saya gitu, karna saya sering makan di Rumah Makan Padang dan Kebetulan orang Minang.
    Opsi satu itu lebih recommended buat orang-orang dengan jumlah dikit, dan sebaliknya. Kalo rombongan lebih bagus pake opsi kedua. (bisa hemat) eheheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah, makasih mas. Biasanya saya juga dilayani, langsung diambilkan nasi lengkap dengan menu yang saya inginkan. Ndilalah ini kok saya disuruh duduk dulu.

      Hapus
  4. Kalau kami penuh perjuangan sekali tuh, nyari makan di perjalanan, apalagi perjalanan jauh yang daerahnya ndak ngerti dan ndak kami pahami. Kadang tertawa kekenyangan, kadang terharu dalam penyesalan. Hahahaa, kalau pas jalan di dalam kota, banyak kan pilihan yang rasanya sudah pasti, like rumah makan padang SB, tapi kalau dalam perjalanan jauh di luar kota bahkan di pedalaman, duduuuuuuh, susahnya....biasanya kami rela makan roti sobek atau tawar saja.

    Ada sich yang kami nandain dan pas lewat jalan tersebut saat mudik, kudu mampir lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau masih awam dengan suatu daerah, pasti susah ya mba.

      Hapus
  5. Aku pernah tuh as ke bOgor terpicut ada tulisan berdiri sejak tahun 1980 an sekian. Udha kebayang pasti rasanya enak karena melegenda. Teryata rasanya biasa aja dan harganya dua kali lipat drai harga di resto. Padahal ini di warung sederhana banget. Pas lewat lagi disana teryta udah sepi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tergoda tulisan tahun itu ya mba Al. Setelah itu kapok deh.

      Hapus
  6. Kalo aku, ke rumah makan Padang pasti langsung tunjuk lauk yang aku mau makan aja Mbak. Sambil tanya harga pas mau ambil. Terutama makanan yang keliatannya, agak mahal. Misal gulai kepala ikan kakap atau ayam kampung

    Jadi yang terhidang pasti aku tau pasti bakal dimakan dan udah bisa mengira harganya

    Tapi kalo ke daerah yang gak dikenal. Aku biasanya cari referensi dulu. Misal rumah makan X. Buat mengantisipasi biar gak keburu lapar pas mau ke tempat itu, aku tetep bekel dulu dari rumah. Yang penting ganjal perut aja Mbak

    BalasHapus
  7. Ikhhhh bunda saya juga kaget ma harganya. Ya ampunbn itu mah mahalll bingit ya. Aduh pasti itu bikin kita ngedumel dalam hati ya Bun n kapok mau makan di sana lagi. Soalnya saya tipe yang suka nyesel makan makanan yg harganya mahal bgt ��

    BalasHapus
  8. Aku sering banget mba salah pilih tempat makan. Kmrn jg baru kejadian :p. Setelah dicoba, trs bayar, lgs nyesel.. Harganya ga sebanding ama rasa. Kalo mahal tp enak, aku msh oke. Memang pantas.. Tp kalo udh mahal, rasanya di bawah ekspektasi, kan yg ada malah kapok ga mau makan di situ lg :)

    BalasHapus
  9. Biasanya rumah makan yg berada di jalur mudik cenderung mahal Mba, kalo saya mending kita geser dikit agak jauh dari jalan utama

    BalasHapus
  10. Namanya keblondrok ya. Ga cuma di jalur mudik si di kota juga kalo ga ati2 bisa kena jebak. Makanya harus waspada. Tanya dl atau mnt daftar menu

    BalasHapus
  11. mdh2an memang salah hitungnya gak senagaja ya, pernah baca pengalaman orang yang ada sengaja ditambahkan yang gak dimakan

    BalasHapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel