Cabut Gigi Itu Tidak Sakit




Selama tiga hari berturut-turut saya sakit gigi. Gara-garanya sepele. Saya makan ayam, yang ternyata sulit sekali dikunyah. Gigi taring sudah berusaha sekuat tenaga untuk memotong ayam menjadi lebih kecil. Sayangnya, masih sulit dikunyah.

Rasanya menyesal juga saya mengambil ayam pada waktu makan bersama. Tapi sudah terlanjur. Masak tidak dihabiskan. Makanan jadi bersisa dong.

Demi pencitraan, (apa sih) akhirnya saya memaksakan diri untuk mengunyah hingga lembut. Masalahnya tetap sama. Gigi saya sudah tak sekuat zaman saya masih usia dua puluh tahunan. Aduh itu sudah berapa tahun dari sekarang. Lupakan...

Baiklah saya menyerah. Sisa-sisa perjuangan menggigit ayam membuat luka di gusi geraham. Gusi seperti sedang membesar. Aduh... saya harus  bertahan hingga tiba di rumah. Masak mau mengorek-orek gigi di depan banyak orang. Rasanya masih ada yang menyangkut di sela dua gigi.

Tiba di rumah saya menggosok gigi. Tapi masih ada yang menyangkut. Jengkel banget. saya mengambil tusuk gigi dan berhasil mengambil slilit. Ya Allah, inilah masalahnya. Sisa makanan sekecil ini membuat hari-hari saya selanjutnya semakin buram saja.

Andai dokter gigi langganan saya buka, pasti malamnya saya langsung saja ke sana. Saya ingin menambal gigi yang berlubang. Rasanya sisa makanan itu masuk dan menyiksa syaraf gigi karena gigi berlubang. Ini perkiraan saya saja.

Sayang, praktiknya sedang libur. Hari berikutnya saya bahkan keluar kota. Tetap sambil menahan rasa sakit. Mau bagaimana lagi, urusan keluar kota ini juga penting.

Setelah tiga hari menahan sakit, saya berangkat ke dokter gigi. Untung sedang sepi. Saya langsung masuk ke ruangan praktik. Saya menceritakan keluhan saya. Dokter segera memeriksa gigi atau gusi yang sakit.

“Ini harus dicabut giginya,” kata dokter.  

Seketika nyali saya menciut.

“Dok, saya kan ingin tambal gigi, bukan cabut gigi,” saya berusaha agar tidak jadi cabut gigi.

Dokter menjelaskan panjang lebar, bahwa penyebab gigi saya sakit bukan saja karena gigi saya rusak. Perkiraan saya salah. Yang rusak parah itu gigi geraham paling ujung. Tapi rasa sakit menjalar hingga gigi yang disebelahnya. Dan gigi ini masih lebih bagus daripada gigi yang paling ujung. Kesimpulan yang diambil dokter adalah gigi yang rusak parah ini harus segera dicabut saja. Tidak ada gunanya dipelihara. Mau diperbaiki juga tidak ada gunanya. Tidak akan maksimal menghilangkan rasa sakit saya.

Saya datang ke dokter gigi sendirian harus segera membuat keputusan. Mau ditunda sampai besok, rasa sakit ini tidak akan hilang. Kalaupun hilang, akan berulang ketika ada sisa makanan yang terjebak di antara gigi-gigi geraham.

Saya menyerah. Tangan gemetaran. Berulang kali saya bertanya kepada dokter apakah tidak sakit pada saat gigi dicabut. Dokter seperti biasa berusaha meyakinkan pasien.

Asisten dokter memberikan dua buah pil untuk diminum. Karena masih gemetaran menahan takut, saya sedikit kesulitan menelan obat. Tarik nafas, bismillah.



Selanjutnya adalah proses mencabut gigi geraham atas paling ujung. Setelah minum dua buah pil, dokter memberikan bius dengan menyuntik gusi. Dua kali. Di depan dan belakang gigi yang mau dicabut. Setelah beberapa saat obat bereaksi, gusi saya seperti kebal. Dokter segera mencabut gigi saya dengan sekali tarikan.

Gigi yang dicabut itu diperlihatkan kepada saya. Dari permukaan gigi masih terlihat mulus. Tapi begitu melihat ujungnya mulai banyak warna hitam-hitam yang artinya rusak atau keropos. Ini tidak begitu terlihat jika tidak diperiksa dengan teliti.

Sebenarnya ini adalah cabut gigi untuk kedua kalinya. Yang pertama karena gigi saya sudah rusak, sudah ditambal, lepas, tambal lagi, lepas kemudian bernanah dan tidak bisa diperbaiki lagi. Solusinya dengan dicabut.

Mengapa takut mencabut gigi?

Banyak alasan orang-orang yang takut untuk mencabut gigi ketika kondisi gigi sudah rusak parah dan sulit bahkan tidak bisa diperbaiki. Bisa jadi karena faktor biaya. Tapi bisa kan, bisa mencabut gigi secara gratis?

Faktor lainnya karena kurangnya pengetahuan tentang gigi. Yang sering saya dengar, mencabut gigi itu sakit sekali, nyut-nyutan. Sampai besoknya masih sakit. Nah, belum ke dokter gigi, sudah banyak yang mundur. Pernah juga mendengar bahwa proses mencabut gigi itu sangat sulit. Bahkan karena sulitnya, bisa jadi berulang kali menarik gigi dan tak berhasil. Tentu ini membuat psikis pasien sudah menurun drastis.

Saya sendiri pernah mengalami sangat ketakutan. Dulu, saya menahan-nahan sakit gigi. Akibatnya gigi makin parah. Ke dokter gigi disuruh cabut gigi saja. Dokter gigi menyuruh saya pindah ke ruang tindakan. Yang akan menangani cabut gigi bukan dokter yang memeriksa saya. Saya pasrah saja. Saya dibius beberapa kali. Beberapa saat kemudian, asisten dokter melihat gelagat saya yang ketakutan. Kemudian mengatakan tak berani mencabut gigi jika saya ketakutan seperti ini. Bisa fatal akibatnya. Jangan dibayangkan!

Pengalaman berikutnya adalah ketika saya sudah menyiapkan mental untuk mencabut gigi, dokter juga sudah siap. Saya sudah disuntik bius sampai tiga kali tapi ketika gigi saya ditarik, saya merasa begitu sakit. Diulangi lagi, saya masih kesakitan. Ya Allah, ada masalah apa dengan gigi saya! Akhirnya dokter menyerah. Dokter tidak berani menambah dosis suntikan. Kemudian saya tidak mau kembali lagi.

Bagi saya penting sekali untuk mengetahui reputasi dokter. Dalam arti bagaimana tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan yang dilakukan. Kalau dokter bisa menyakinkan pasien, proses selanjutnya akan lebih mudah. Kali inipun saya memilih tidak di rumah sakit karena berbagai pertimbangan.

Saya kurang paham tentang obat yang digunakan dokter gigi. Mungkin ada yang berbeda tergantung kebutuhan pasien. Kalau pasien rewel seperti saya harus bagaimana ya....

Sebelum pulang, dokter mengatakan bahwa setelah setengah jam dari cabut gigi boleh makan. Tapi saya tidak mau. Lagipula saya tidak lapar. Sengaja saya  tidak makan mulai pukul 19.30 sampai besok pagi kira-kira setengah enam. Meski tidak ada rasa sakit, rasanya agak aneh saja ketika tak ada satu gigi.

Dua kali saya cabut gigi di tempat praktik dokter gigi yang sama. Obat bereaksi dengan baik. Saya bahkan tidak merasakan apa-apa ketika gigi dicabut. alhamdulillah. Sampai besoknya saya baik-baik saja. Tentunya saya masih mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter.  

Jadi, sebaiknya rawat gigi dengan baik mulai dari rutin menggosok gigi, memperhatikan makan yang dikonsumsi, dsb. Ketika ada bintik hitam pada gigi, sebaiknya segera dirawat. Semakin cepat dirawat, semakin mudah penanganannya. 

^_^




Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

17 Komentar untuk "Cabut Gigi Itu Tidak Sakit"

  1. Alhamdulillah mbak, penyebab sakitnya sudah dicabut ya
    seoga lekas sembuh

    BalasHapus
  2. saya ga mau cabut gigi lagi mbak, udah 2 kali saya cabut gigi waktu sekolah dulu. paling parah sewaktu saya sma, karena dulu memang kurang merawat akhirnya berlubang dan sakit.

    terakhir kali saya mencabut geraham, Subhanallah, sakitnya luar biasa mbak, karena graham saya punya akar 3 dan 1 akarnya berbentuk kait, sehingga pas dicabut merusak gusi saya.

    Seharian darah terus mengalir.

    sekarang saya benar2 merawat gigi

    BalasHapus
  3. aku baca ini sambil ngilu mba... dulu zaman SD sampai SMU, aku harus bolak balik ke DRG, karena gigiku memang super jelek. maju, jarang2, trus beberpa saling nimpa. solusinya pake behel. tp sebelum itu harus di cabutin dulu gigi2 yg saling nimpa. supaya memberi tempat ke gigi yg lain.

    so, ga kebayang yaaa, beberapa gigi harus dicabut, padahl udah bukan gigi susu. di suntik bius pake suntikannya yg gede banget itu... aiiishhh utk anak SD itu bener2 pengalaman horor sih... pas disuntik bius ngilu, saat dicabut memang ga sakit, tp begitu obat bius hilang, ampuuuun, kyk mau nangis ngilunya hahahaha

    trus blm lg behel yg hrs dipsang sampe aku SMU... stiap kali behel dikencengin, itu sakitnya gilak sih... kesentuh dikiiit aja, kayak ditabokin dikepala.. krn giginya sedang dikencengin untuk mundur ke belakang :D.. penderitaan berakhir pas smu... gigiku rapi.. sejak itu, aku bertekad ga mau lg berurusan ama DRG ;p. makanya aku rawat, rajin gosok gigi, pantang makan kalo udh malam dan sikat gigi.. krn trauma dgn gigi itu.. tp check up ke DRG msh sesekali sih.. dan alhamdulillah dokter bilang g ada yg perlu di apa2in ;p

    kalo ada lagu yg bilang mending sakit gigi drd sakit hati, aku yakin dia blm prnh ngalamin gigi dicabut banyak dan pasang behel hahahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mba Fan, gigiku juga jelek. Gampang keropos. Sejak SD kelas 4 aku rajin ke dokter gigi. Sampai hafal dokternya.

      Hapus
  4. Andai gosok gigi dengan rajin itu berguna bagi saya, hiks.
    Berbahagialah orang-orang yang giginya sehat karena rajin gosok gigi, saya mah udah rajin kebangetan gosok gigi, tetep giginya mudah rusak. Semacam keropos banget
    Kalau baca-baca, emang ada beberapa orang yang giginya mudah rusak bukan karena malas gosok gigi.

    Saya sendiri sudah 2 kali cabut gigi dan Alhamdulillah ga sakit, cuman yang bikin trauma adalah kecerewetan dokternya, dia ngomel-ngomel katanya saya malas gosok gigi, pengen deh saya ajak ke rumah saya dan liat betapa saya paling rajin gosok gigi.

    Gegara itu saya malas ke drg, sudah mihil, dimarah-marahin pula.
    Sampai-sampai saya jadi familier dengan sakit gigi, dan selalu siap sedia asam mefenamat dan amoxilyn jika gusi bermasalah.
    Alhamdulillah sekarang jarang sakit gigi, kalaupun sakit saya usahakan gak langsung minum obat.

    Kalau menurut saya yang menakutkan dari cabut gigi selain diomelin dokter adalah, gigi yang hilang itu harus segera diganti ama gigi palsu, jika enggak bakal bikin gigi lainnya jadi masalah, seperti renggang dan bisa jadi mengganggu dan infeks.
    Terlebih kalau gigi bawah yang dicabut, jika ga segera di tutup pakai gigi palsu, dijamin gigi di atas yang cabut tsb bakalan turun karena ga ada penahannya.
    Dan saya kurang suka pakai gigi palsu, perawatannya luar biasa, kalau enggak mulut bisa bau, bahkan menurut saya, masih lebih mending bau mulut gigi rusak ketimbang bau mulut orang yang pakai gigi palsu tapi ga tau cara bersihinnya.
    galau deehhh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sejak kecil, ibuku kayak satpam agar anak-anak rajin gosok gigi. Ya, aku rajin gosok gigi, tapi nggak menjamin gigi sehat sempurna. Gigiku termasuk mudah keropos. Bolak-balik periksa gigi memang butuh kesabaran. Termasuk modalnya. Mahal.

      Hapus
  5. aduh tiba-tiba gigiku ngilu denger ceritanya, dulu juga pernah cabut gigi ke dokter, katanya ga sakit gitu ada biusnya jadi tenang aja kata dokternya, ternyata benar hehe :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Entahlah, kalau bikin sakit pasti aku mundur saja. Nyari lainnya. Sehat-sehat ya, mas.

      Hapus
  6. Semoga lekas sembuh, Teh..
    Dan bisa makan ayam lagi..he

    Saya juga pernah cabut, dan pernah juga tambal gigi..

    BalasHapus
  7. Kemaren sempat giginya mau tumbuh lagi dan mengalami kesusahan. Doketrnya minta saranin rongsen ke dokter gigi dulu tapi ngebayangin saja sudah takut,, dan akhirnya setelah tumbuh gak ada masalah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah nggak ada masalah dengan gigi barunya.

      Hapus
  8. apalagi saya, dr kecil langganan dokter gigi makanya saya trauma banget kl ke drg

    BalasHapus
  9. Sebaiiknya dirawat sebelum menjadi lubang yang gedhe.

    BalasHapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel