Tips Membiasakan Anak ke Masjid
Selasa, 24 Juli 2018
4 Komentar
Suatu
hari seorang teman bertanya bagaimana anak-anak saya bisa dekat dengan masjid.
Dekat dalam artinya terbiasa dan ringan melangkah ke masjid. Terbiasa bukan
karena seminggu dua minggu, tapi saya berharap sepanjang usia.
Tidak
mudah bagi saya mengenalkan masjid tanpa kehadiran suami. Well, suami dinas di
luar kota, jadi sehari-hari saya lebih banyak bersama anak-anak. Di akhir pekan
atau saat libur, barulah urusan pergi ke masjid ini menjadi tanggung jawab
suami.
Di
awal-awal mengenalkan masjid rasanya berat banget. Berat karena masalahnya
kompleks. Jarak ke masjid, niat dan rasa kantuk yang menggoda, menjadi semacam ujian sehari-hari.
Karena anak-anak saya laki-laki semua, maka mereka harus memiliki kesadaran untuk memakmurkan masjid dengan shalat fardu berjamaah. Sementara saya, lebih banyak sholat di rumah. Lalu, siapa yang menjadi contoh sehari-hari buat mereka?
Karena anak-anak saya laki-laki semua, maka mereka harus memiliki kesadaran untuk memakmurkan masjid dengan shalat fardu berjamaah. Sementara saya, lebih banyak sholat di rumah. Lalu, siapa yang menjadi contoh sehari-hari buat mereka?
Pada
saat suami ada di rumah, anak-anak pasti diajak ke masjid. Persiapan sebelum
berangkat ke masjid ini seringkali membutuhkan waktu lama. Ada yang belum siap.
Ada yang masih mengantuk, malas, marah, dsb. Pokoknya segala macam perasaan
bisa tumpah sebelum adzan berkumandang. Kemudian menyiapkan anak memakai celana
panjang. Yang celana entah dilempar kemana. Kadang sudah dicari, ternyata
nyangkut diantara gorden atau masuk kolong tempat tidur.
Kalau
masih ada waktu, wudhu dahulu di rumah. Tapi kalau mepet banget, langsung
tancap gas saja. Tiba di masjid sambil lari-lari menuju tempat wudhu. Entah
ketinggalan berapa rakaat itu.
Akan
menjadi berbeda ketika tak ada suami di rumah. Tak ada yang menjadi teladan
untuk berangkat ke masjid demi menunaikan shalat fardu. Tak ada yang menggendong
anak ketika masih mengantuk di saat berangkat sholat.
Berat
memang, tapi tak ada salahnya kalau perlahan-lahan saya mengulang-ulang tentang
keutamaan sholat di masjid. Sebelum tidur malam, saya ingatkan bahwa besok bangun pagi buat sholat shubuh di masjid. Berulang-ulang. Lama-lama si sulung mengerti dan bisa berangkat ke masjid dengan bersepeda.
Bagi saya, mengajak anak ke masjid merupakan suatu kebahagiaan tersendiri. Tidak bisa dinilai dengan nominal apapun. Ketika satu anak terbiasa ke masjid, dia bisa menjadi contoh buat adiknya. Meski waktu itu masih usia SD, target saya harus berani ke masjid atau mushola untuk menunaikan shalat fardu. Pertama harus berani sampai sholat Isya. Sholat shubuhnya masih di rumah.
Bagi saya, mengajak anak ke masjid merupakan suatu kebahagiaan tersendiri. Tidak bisa dinilai dengan nominal apapun. Ketika satu anak terbiasa ke masjid, dia bisa menjadi contoh buat adiknya. Meski waktu itu masih usia SD, target saya harus berani ke masjid atau mushola untuk menunaikan shalat fardu. Pertama harus berani sampai sholat Isya. Sholat shubuhnya masih di rumah.
Kalau
dipikir-pikir, tetangga saya jadi ikut iba. Anak-anak kecil berangkat ke
musholla (ini yang terdekat) dalam keadaan gelap. Di tempat saya rumah belum
banyak. Beberapa petak tanah dibiarkan kosong dengan tanaman liar yang
tingginya melebihi manusia dewasa. Tanpa ada lampu jalan membuat anak kecil merinding. Belum lagi kalau keluar gang,
sunyi. Paling banter, ditemani suara jangkrik.
Saya
yakin seyakin-yakinnya bahwa anak-anak saya adalah pemberani. Gelap itu bukan
masalah besar. Selama di dadanya ada keyakinan bahwa dia tak sendiri. Ada
malaikat yang menemani perjalanannya menuju masjid. Keraguan itu kemudian
berubah menjadi semangat.
Kalau
saat ini saya sudah tidak lagi sounding, berulang mengingatkan anak-anak.
Tidak. Si sulung menjadi contoh si tengah. Kalau si sulung tak ada di rumah, si
tengah menjadi contoh si bungsu. Dua anak yang sudah besar sudah dengan sadar
dan ikhlas berangkat ke masjid. Sementara si bungsu yang kadang masih moody. Kalau
dalam keadaan baru tidur kemudian dibangunkan shalat ashar, bisanya marah.
Meski sebelumnya sudah diingatkan, “Nanti dibangunin shalat ya.’
Jujur,
dahulu saya tidak membayangkan bakal seperti ini. Yang ada dalam benak saya
hanya pertanyaan yang berulang, bagaimana mereka mau berangkat ke masjid. Itu saja!
Kalaupun
ada masalah sepanjang usaha saya membiasakan anak-anak ke masjid, masih wajar.
Seperti trauma ke masjid gara-gara dimarahi dan dipukul oleh orang tua. Ini
terjadi karena ada gap antara mindset orang tua dan anak. Orang tua khususnya
yang sudah sepuh selalu menganggap anak kecil adalah masalah saat di masjid.
Sementara saya meminta anak-anak sholat di masjid (dimanapun) dengan tujuan membiasakan
mereka dengan masjid.
Sayangnya tidak semua masjid menghargai kehadiran anak. Di beberapa masjid, ada peraturan bahwa anak kecil harus dengan orang tua. Iya, saya paham jika anak-anak sering memicu kegaduhan. Tapi please, berilah kesempatan buat anak-anak agar mereka merasa nyaman di masjid. Bukan tanpa alasan yang jelas langsung menghardik dan main pukul.
Sayangnya tidak semua masjid menghargai kehadiran anak. Di beberapa masjid, ada peraturan bahwa anak kecil harus dengan orang tua. Iya, saya paham jika anak-anak sering memicu kegaduhan. Tapi please, berilah kesempatan buat anak-anak agar mereka merasa nyaman di masjid. Bukan tanpa alasan yang jelas langsung menghardik dan main pukul.
Masalah
lainnya adalah karena bertengkar atau bercanda yang kebablasan dengan
teman-temannya. Sandal yang disembunyikan hingga hilang. Hasilnya kapok nanti dijahili saat ketemu di masjid.
Pernah
juga, kaki si anak tengah masuk ke jeruji roda saat pulang ke masjid bersama
kakaknya. Jatuh dari sepeda, terpeleset di jalan saat hujan, terpeleset di
lantai masjid. Sampai pernah diantarkan tetangga yang rumahnya depan musholla
karena anak saya jatuh. Dadanya menimpa batu hingga kesakitan. Tangisnya pecah sepanjang
jalan.
Dengan
keadaan saya yang seperti ini, adakalanya anak-anak diajak berangkat bersama
kakek dan tetangga. Seperti ketika shalat Jum’at. Kalau tidak waktu sekolah, anak-anak
saya antarkan sholat Jum’at di masjid. Kemudian pulangnya saya jemput. Kalau
kelamaan menunggu saya bisa nebeng tetangga atau jalan kaki. Pulangnya, anak
nggrundel, capek jalan. Haha...
Tips membiasakan anak-anak ke masjid
- Jangan ragu untuk sounding. Mengulang-ulang cerita, hikmah, dan diskusi untuk menumbuhkan semangat.
- Beri tauladan. Ayah menjadi contoh buat anak-anak. Meski tidak setiap hari namun kebersamaan tersebut sangat membantu menumbuhkan kesadaran dan semangat berangkat sholat di masjid.
- Siapkan anak. Sebelum adzan, sudah mengingatkan anak-anak agar waktu berangkat tidak mepet. Misal dengan menyiapkan baju, celana panjang agar mempermudah urusannya.
- Jangan ragu untuk meminta bantuan kerabat, tetangga atau teman untuk berangkat bersama anak-anak ke masjid.
Saat
ini saya tidak lagi, bolak-balik mengingatkan anak-anak. Begitu mendengar adzan, anak-anak yang besar sudah mengerti apa yang mesti dilakukan. Saat si sulung masih di rumah,
mengajak dua adiknya. Sebagai kakak, anak memiliki tanggung jawab terhadap
adiknya. Begitu seterusnya. Saya berharap mereka tetap istiqomah dimanapun
berada. Mohon doanya teman-teman.
^_^
Subhanallah ya, saya juga suka ajak anak ke mesjid, apalagi di fase merangkak dan belajar jalan, Alhamdulillah anaknya anteng😍
BalasHapusMengenalkan masjid sejak dini ya. Alhamdulillah,ikut senang.
HapusIzin nyatet tipsnya ya mbk. Makasih sharingnya. Mbk luar biasa bisa bikin anak-anaknya cinta masjid. Makasih sharingnya mbk. Salam, muthihauradotcom
BalasHapusMonggo mba.
HapusSemoga usaha kita mengajak anak2 ke masjid dimudahkan.