Anak Terluka di Sekolah, Siapa Yang Salah?





Halo! Apa kabar teman-teman?

Membuat judul kadang terasa susah banget. Maksud hati ingin yang ringkas dan to the point tapi kadang tersesat dengun judul yang ambigu. Baiklah, saya masih cerita seputar anak-anak di sekolah. Tulisan ini murni karena pengalaman anak saya selama di sekolah. Akibat ulah anak itu entah sengaja maupun tidak, jadi terluka.


Minggu lalu ketika menjemput si bungsu di kelasnya. Baru tiba di teras tetangga kelas, teman-teman sekelas si bungsu menghampiri saya, “Tadi Isam kepalanya berdarah. Disini.” Sambil menunjukkan bagian kepala yang terluka. Anak-anak lainnya bersahutan menceritakan keadaan si bungsu.

Baiklah, saya mempercepat langkah menuju ke kelas si bungsu. Ada dua ustadzah di kelas. Saya mengucap salam. Seorang ustadzah segera mendekati saya dan menceritakan kejadian yang menimpa si bungsu. Saya sendiri sebenarnya ada sesuatu yang perlu dibicarakan di gurunya. Jadi waktu itu memang kebetulan sekali ada kejadian ini ketika saya datang ke kelasnya.

Ustadzahnya menceritakan kejadian ketika anak saya terluka. Murni karena ulahnya. Jadi si anak kejeduk meja (bahan kayu). Terluka di dahinya hingga darah menetes di baju, celana, lantai.

Tapi anaknya dimana?

Kelas si bungsu berada di lantai dua. Saya maupun ustadzahnya sudah mencari di sekitar kelas, namun tak ada. Saya pamit dan langsung mencari si anak. Biasanya, setelah keluar kelas (jam pulang) anaknya bermain di halaman sekolah.  Biasanya juga saya menunggu si bungsu di parkiran motor.

Setelah muter-muter mencari dan tidak berhasil, saya gemes saja. Katanya sakit, tapi kok anaknya tidak terlihat keberadaannya. Saya bertanya kepada teman-temannya tidak ada yang tahu. Ada ibu-ibu yang mengatakan, “Mungkin di UKS, ma.’

Ya, sudah saya tunggu di parkiran lagi. Pasti anaknya akan lewat sini. Setelah ngobrol dengan ibu-ibu wali murid dan lirik sana-sini barangkali ada anak saya, eh benar. Lumayan lama juga. Ternyata sejak keluar kelas, si anak menunggu masjid. Aduh....

Melihat dahi anak saya yang diplester, jelas saja mengundang banyak pertanyaan dari ibu-ibu wali murid. Ada yang menyarankan untuk membuka plester dan melihat lukanya. Ada yang mengatakan.... aah.. saya mau pulang dulu. Tidak tega melihat wajah lelah si bungsu.

Sepanjang jalan, si anak mengeluh sakit kepalanya. Naik motor pelan-pelan meski banyak polisi tidur. Di rumah dia mengeluh pusing. Pulang sekolah siang hari hingga malam masih pusing. Sebagai orang yang awam dengan urusan seperti ini, saya meminta anak saya untuk tiduran saja.

Setelah maghrib saya bawa ke dokter. Mau sore-sore ke dokter tapi anaknya rewel. Disini, plester dibuka, dilihat lukanya dan diberi obat anti infeksi. Lukanya diobati dan diperban. Dokter sebenarnya menyarankan untuk dibawa ke UGD untuk dijahit tapi luka sudah mulai mengering, jadi sudah terlambat.

Ketika ditanya dokter kapan kejadiannya, si anak maupun saya tidak bisa menjawab. Saya jelas tidak tahu. Parahnya lagi, tadi ketika bertemu dengan ustadzahnya kok lupa menanyakan waktu kejadiaannya. Sementara si anak juga ragu-ragu menjawab. Tapi dokter tidak berhenti menelusuri waktu kejadiaannya. Setelah tanya jawab dengan dokter, akhirnya saya maupun dokter bisa menyimpulkan bahwa peristiwa itu terjadi setelah sekitar sholat dhuhur. Kira-kira pukul 12.00. Kurang lebihnya jam segitu. Pukul 14.00 pulang sekolah.

Yang perlu diperhatikan ketika anak terluka:


  1. Jika luka lebih dari 1 cm sebaiknya dijahit.
  2. Bawa ke rumah sakit atau klinik secepatnya. Jangan lebih dari 5 jam. Karena jika lebih sudah tidak bisa dilakukan tindakan tersebut.
  3. Jika anak pusing, segera beri obat pereda nyeri (obat demam).
  4. Rawat luka dengan baik.
  5. Istirahat.


Dokter mengatakan bahwa lukanya tidak boleh kena air selama 4 hari. Faktanya tidak sampai 4 hari karena perban lepas. Hanya 3 hari setelah itu sudah lepas perban. Anaknya aktif bergerak selamat tidak merasa sakit. Tapi saya berkali-kali sounding saja agar lebih memperhatikan lukanya. Bolehlah bermain apa saja yang penting tidak luka tetap aman.

Jadi selama lukanya diperban itu mandi tidak bersih, skip wudhu di bagian luka dan tidak ikut ekstra renang. Besoknya rasa pusing sudah hilang. Tapi bengkak akibat benturan masih ada. Masih membiru. Nah, benturan itulah yang menyebabkan pusing.

Sebenarnya saya menyesal kenapa tidak saya paksa dia periksa ke dokter saja. Tapi memaksa anak itu bagaimana ya. Saya kan sendirian membawa anak ke dokter. Kalau dia memberontak saya jadi kuwalahan. Makanya saya memilih merayunya saja berkali-kali sampai berhasil. Hasilnya, saya berhasil membawa ke dokter meski terlambat.

Alhamdulillah, lukanya sudah mengering. Cuma sehari saja dia tidak main diluar rumah. Esoknya berangkat sekolah dan bermain bersama teman-temannya. Ketika ada teman-teman berada di depan rumah, seolah memanggilnya untuk bermain bola, sepeda dan kejar-kejaran. Padahal kemarin keluhannya bikin kepala saya ikut nyut-nyutan. Eh, begitu enak sedikit langsung main dengan bebas.

Anak terluka, segera beri pertolongan!

Kejadian ini murni karena ulah anak saya. Begitu penuturan guru dan anak saya. Meski demikian saya cukup prihatin. "Kok, bisa?" Pasti ada pertanyaan seperti itu. Tapi bagaimana mungkin satu guru mengawasi semua murid yang sedang aktif bergerak kesana kemari ketika jam istirahat.  

Bagaimanapun sekolah sudah memberikan pertolongan pertama dengan mengobati luka si anak di UKS. Selanjutnya adalah giliran orang tua. Saya berharap tidak ada kejadian seperti ini lagi. Orang tua seperti saya tetap saja panik kalau mendapat kabar anaknya terluka. Daripada sibuk mencari kesalahan, lebih baik segera mengobati luka anak.

^_^
Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

12 Komentar untuk "Anak Terluka di Sekolah, Siapa Yang Salah?"

  1. Turut prihatin bu. Smg anaknya lekas sembuh

    BalasHapus
  2. Di Tk ato SD anakku...kjdian kyk gini pernah terjadi juga mba. Klo pas Tk, anakku pernah kakinya kena paku. Untungnya ga dalam. Tempo hr...ada yang jatuh dr perosotan. Biasanya klo ada kcelakaann pas bermain gitu, ustadzahnya jadi lebih waspada...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pernah ada yang patah tulang, mba karena kena ayunan. Kalau dengar cerita-cerita kayak gini, jadi ikut khawatir.

      Hapus
  3. Ya ampun, aku juga pasti akan panik banget kalo anakku kenapa-kenapa. Apalagi teman2nya sebut kata darah... waduh. Tapi jadi orang tua harus siap segala kondisi dan situasi yah... baca ini aku jadi kepikiran, kalo nanti seandainya aku jadi orang tua, apa aku bisa sesigap mbak... liat darahku sendiri aja pingsan ._. Semoga anaknya cepat sembuh ya mbak, ya Allah kasian bener... :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Akupun demikian mba. Kalau sudah berdarah-darah jadi ngilu sendiri.

      Hapus
  4. Jadi kepoooo, sekolah di mana sih mba? ����

    Kok anak luka di kepalanya dan lumayan besar tapi cumam di plester dan di biarkan berkeliaran juga.

    Harusnya kan di suruh tunggu di UKS.
    Wali kelasnya juga, wajib mencari tau kronologinya seperti apa.
    Biar penanganannya lebih tepat.

    Anak saya juga pernah gitu, jatuh dan giginya berdarah.
    Saya tanya wali kelas gak jelas, akhirnya saya lapor ke apa ya namanya BK or something, setidaknya ustadz ataupun ustadzah lebih ngeh ke anak2 khususnya yang masih tingkat bawah.

    Apalagi yang cedera kepala.
    Ih gemes dehh

    BalasHapus
  5. hahaha... begitulah anak-anak mbak, ortunya cemas setengah mati, eh dianya kadang cuek aja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pas kejadian anaknya diam aja. Mungkin karena di depan teman-temannya. Eh, setelah saya jemput baru deh curhat semua keluhannya. Saya makin khawatir.

      Hapus
  6. Yang bikin heran itu kok ketika udah luka dan apalagi darahnya cukup banyak, kok nggak langsung di telepon wali muridnya? Bahkan kami pun dulu di tempat les, sampai menyimpan no HP ART atau wali yang mengantar. Dan kok bisa si bocah malah entah di mana, bukannya disuruh istirahat di kantor guru dulu, sembari nunggu orang-tuanya datang.

    Yang terpenting sekarang si adek cepat sehat ya, Mba. Moga setelah ini anak2 dan pihak sekolah pun sama2 hati2 juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, aku pengennya gitu. Orang tua langsung ditelpon biar segera tahu keadaannya.

      Hapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel