Gregetnya Mengajari Matematika
Selasa, 12 Februari 2019
3 Komentar
Target
matematika untuk anak kelas 3 SD adalah tuntas menghafal perkalian 1 sampai 10.
Itu tidak mudah teman-teman. Mungkin buat anak-anak lain, tidak perlu menunggu sampai satu tahun sudah hafal. Iya, setahun itu lama. Mestinya sudah lancar jaya perkalian ini.
Saya melihat kemampuan anak-anak saya berbeda. Ada yang
memang suka dan mampu mengerjakan matematika dan ada yang sebaliknya. Yang suka dan mampu pada pelajaran matematika perlu
belajar sebentar, sudah ingat dan beres mengerjakan soal-soal matematika. Ada
anak yang susah banget diajak hafalan perkalian. Disitu saya merasa semua
teori, tips dan trik seolah menguap begitu saja. Hamba pasrah....
Prinsip
saya selama si anak bisa, tidak perlu tiap hari dipaksa dengan berbagai macam dalih untuk belajar dan ikut les.
Bersenang-senang saja menikmati masa kecil. Bermain-main sepulang sekolah
dengan teman-teman sebaya. Tapi kalau tidak kunjung bisa mengerjakan soal-soal
matematika, orang tua ikut stress.
Bagaimana
ya, kurikulum sekolah kadang tidak berpihak pada anak-anak yang memiliki
kemampuan diluar akademik. Suka tak suka tetap harus belajar mengejar target
KKM. Bagaimana mungkin orang tua menutup mata ketika ikut rapat yang membahas
tentang ini.
Nah,
tulisan ini hanyalah curhat nano-nano ibu rumah tangga yang galau mengajari matematika
pada anak. Perkalian itu sudah dimulai secara rutin sejak kelas 2. Sekarang
anak saya kelas tiga. Artinya sudah hampir dua tahun belajar perkalian dan
tidak kunjung khatam. Ingat... lupa... ingat... lupa. Mbuhlah...
Apalagi
setelah libur panjang semesteran kemarin. Ngeblank perkaliannya. Maksud hati
tiap hari saya tanya perkalian, tapi kadang saya lupa, kadang anaknya melarikan
diri. Mau konsisten belajar darimana kalau tidak dimulai dari orang tuanya.
Jadi, Buk, Pak jangan sok sibuklah!
Sebenarnya
ini bukan pertama kalinya saya mengajari matematika pada anak. Saya memang
tidak pintar dalam hal matematika. Tidak hafal macam-macam rumus. Namun operasi sederhana tentang tambah,
kurang, kali dan bagi, insyaallah masih bisa. Ini kan semua orang juga auto
bisa. Ya, kan!
Anak-anak
memang masih belajar dan belum menemukan cara yang cocok untuk menghafalkan
perkalian. Ya, disekolahnya ada kartu untuk setoran hafalan perkalian dua kali
seminggu. Kartu ini dimaksudkan untuk memotivasi anak untuk belajar perkalian.
Orang tua juga harus paham dan menyemangati anak untuk belajar.
Faktanya
tak semudah itu!
Yang menjadi masalah adalah perkalian mulai angka 6-9. Kalau dulu, awal mengajari anak pakai media misalnya stik es krim, sekarang sudah tidak mungkin. Angkanya sudah besar dan harus hafal. Ingat ya hafal. Bukan dihitung satu-satu.
Masalah lainnya adalah konsep perkalian itu sendiri. Untuk soal yang langsung to the point seperti 2 x 6 = 12, lebih mudah daripada mengerjakan soal cerita. Karena soal cerita itu butuh penalaran, ini harus dikerjakan dengan cara bagaimana? Ditambah, kali, kurang atau bagi.
Kalau ada lima soal cerita yang modelnya sama ya pasti bisa. Tapi begitu ganti, si anak bingung lagi. Dan itu bukan anak saya sendiri. Saya tidak hendak mencari teman seperjuangan, namun lebih kepada mencari solusi.
Yang menjadi masalah adalah perkalian mulai angka 6-9. Kalau dulu, awal mengajari anak pakai media misalnya stik es krim, sekarang sudah tidak mungkin. Angkanya sudah besar dan harus hafal. Ingat ya hafal. Bukan dihitung satu-satu.
Masalah lainnya adalah konsep perkalian itu sendiri. Untuk soal yang langsung to the point seperti 2 x 6 = 12, lebih mudah daripada mengerjakan soal cerita. Karena soal cerita itu butuh penalaran, ini harus dikerjakan dengan cara bagaimana? Ditambah, kali, kurang atau bagi.
Kalau ada lima soal cerita yang modelnya sama ya pasti bisa. Tapi begitu ganti, si anak bingung lagi. Dan itu bukan anak saya sendiri. Saya tidak hendak mencari teman seperjuangan, namun lebih kepada mencari solusi.
Pada
pertemuan orang tua dan guru saya bertanya kepada guru anak saya, barangkali
ada tips agar mudah menghafal. Seperti yang pernah saya tulis di blog,
diulang-ulang. Nanti juga hafal.
Ada
yang menyarankan agar ketika anak sedang bermain, ditanya perkalian. Saran
lainnya, sebelum meminta anak belajar perkalian, orang tua juga harus bisa.
Aduh, deh jangan tanya kita bisa perkalian atau tidak. Kalau tidak, buyar tuh
jatah belanja!
Suami menyarankan untuk ikut les saja. Tapi saya masih mikir-mikir dulu. Karena pulang sekolah anaknya sudah capek. Saya masih pengen waktu yang ada buat bermain. Belajar juga iya.
Berhitung
itu penting! Sampai kapanpun! Dimanapun! Karena kita tidak bisa lari dari tambah,
kurang, kali dan bagi dalam kehidupan sehari-hari. Mau belanja juga mesti
memikirkan berapa budget. Mau menyiapkan sarapan juga memikirkan berapa lama prosesnya
sehingga anak-anak bisa menikmatinya tanpa terlambat ke sekolah. Dan masih
banyak contoh nyata lainnya.
Seberapa greget saya
mengajari matematika pada anak?
Saya
membuat soal-soal untuk segera dikerjakan. Sementara saya tinggalkan untuk
melakukan pekerjaan rumah. Sebentar saja soal-soal tersebut sudah ada
jawabannya. Saya senang dong. Lanjut saya berikan lagi soal-soal sambil
diam-diam saya intip. Ternyata kunci sukses mengerjakan soal-soal tersebut
adalah dengan melihat tabel perkalian yang dibagikan dari sekolah. Rasanya
seperti sia-sia saja saya membuat soal!
Demi
rutin belajar matematika, saya membuat soal perkalian setiap hari. tapi apa
kata si anak?
“Sekarang
itu nggak perkalian, buk! Tapi belajar jam. Jadi aku nggak mau kerjakan ini.”
“Terserah
disekolah belajar apa. Tapi perkalian itu tiap hari.”
“Nggak
ada perkalian lagi, di sekolah, Buk!”
Karena
si anak menolak belajar perkalian, saya lapor gurunya. Jadi biar nyambung
dengan soal-soal yang saya berikan, saya minta gurunya untuk sounding. Perkalian
tetap tiap hari. Tetap saja jawaban anak ada saja.
“Ibuk,
kemarin sudah belajar perkalian 6. Sudah mengerjakan soal. Ini! kok sekarang
dikasih soal lagi. Jawabannya kan sama!”
Atau
ketika sore hari waktu bagian belajar. “Dek, ini soalnya ya!”
“Ibuk,
ada teman-temanku. Aku main dulu ya.” Katanya sambil berlari seolah takut
ditinggal bermain bola.
Ibu
mengalah. Selesai maghrib dan mengaji adalah jam belajar.
“Ibuk
aku ngantuk. Aku boleh tidur dulu ya!”
“Nggak
boleh! Tunggu abis Isya’.”
Setelah
Isya’ anaknya sudah tepar.
Rasanya
film komedi cocok sebagai obat sakit kepala saya. (Yang mau kasih rekomendasi
film dipersilakan.) Daripada memikirkan anak yang mencari-cari alasan untuk
tidak belajar matematika, mending saya ikut tidur saja.
Jadi
orang tua itu harus kreatif. Satu cara tidak mempan artinya kami harus mampu
mencari cara lain. Kalau menunggu moodnya bagus, bisa sampai minggu depan juga
tidak mau belajar. Lalu, saya harus bagaimana lagi?
Oh
ya, kemarin ada ibu yang bercerita bagaimana anaknya belajar matematika. Di
sekolah belajar matematika itu ada lagunya. Mungkin sedang ngetrend ya, belajar
menghafal dengan cara bernyanyii. Nah, begitu hendak mengerjakan soal, anaknya
langsung bernyanyi dulu. Aduh, kalau menyanyi itu dimulai dari 1 x 1 = 1,
lanjut dua, tiga, dsb, butuh waktu berapa lama. Mungkin saya bakal tertidur
duluan.
Ada
juga yang menyarankan untuk memberikan pertanyaan saat anak sedang bermain.
Kalau diterapkan pada anak saya bakal kacau. Pertama dia memikirkan mainannya.
Kedua hafalan perkalian yang lupa. Kemudian mood anak anjlok. Akhirnya marah
karena penampakan legonya tidak sesuai dengan harapan.
Tidak
berhenti disitu, loh! Bagaimana kalau dia meminta saya membuat sesuatu dari legonya.
Saya menyerah saja!
Beberapa minggu ini saya buka channel youtube untuk belajar matematika. Hasilnya, anak
saya khusyuk menonton youtube. Baguslah untuk belajar jarimatika. Tapi tetap kan
walaupun disitu dikatakan caranya mudah, namun
si anak menghitung, tambah dan kali. Butuh waktu sepersekian menit untuk menghitung. Tidak bisa langsung hafal.
Well,
jika teman-teman memiliki tips untuk belajar matematika untuk anak SD, please
share disini ya. Buat orang tua yang setia mendampingi anak belajar, apapun hasilnya, semoga selalu tabah dan sabar. Terima kasih .
^_^
Metode menghapal pake lagu kayaknya boleh juga, mbak. Soalnya si anak kalo terbiasa nyanyi lama2 bakal hapal liriknya. Kalo sudah hapal lirik, maka nanti nggak perlu nyanyi dari 1x1 buat menuju ke 7x5, biasanya langsung terngiang di kepalanya
BalasHapusKebayang pusingnya yaa mba.. hduh.. anakku gimanaa nanti... hehe... kalo ipar sy dr awal memang anaknua nggak disuruh hapal.. tapi dibuat logika misal 4x3 jadi 4 nya ada 3 kali. Si anak cuma hitung penambahan 4+4+4 ... lama2 nanti dia hapal sendiri., memang awalnya jadi lama banget.. tapi itu lebih efektif sih... akhirnya skrg anaknya ikut olimpiade matematika di sekolah,
BalasHapusSaya suka matematika. Kuliah pada jurusan yg bnyk matematikanya.
BalasHapusTapi gak sanggup ngajarin anak. Bawaannya emosian mulu hehehe.
Salut sama para guru yg dengan sbar mengajari anak2 di sekolah