Jangan Panik Ketika Anak Sakit di Sekolah
Selasa, 19 Februari 2019
Tulis Komentar
Tadi siang ketika saya hendak menyalakan laptop,
tiba-tiba ada pesan whatsapp dari wali kelas si bungsu. Dag... dig... dug hati ini. Jangan panik! Benar saja dugaan saya, si bungsu sakit dan
minta dijemput pulang. Buru-buru saya ganti baju dan meluncur ke sekolah.
Tiba di sekolah, saya segera mencari anak saya di
kelas. Siang itu anak-anak ramai di kelas. Ada yang main di dalam kelas, mondar-mandir,
ngobrol, bercanda dan duduk di bangku saja. Tapi wajah anak saya tidak terlihat
diantara kerumunan anak-anak.
Seorang anak langsung memanggil anak saya. Duh, wajah
si bungsu yang tadi pagi sumringah berubah sayu. Matanya memerah dan sendu.
Hari ini ada dua ulangan harian dan dia sudah siap. Huff... saya tersenyum menatap wajahnya. Perlahan dia bangkit dari bangku dan menenteng tas. Merasa begitu sakit,
saya saja yang membawa tasnya. Tas anak SD berat, loh!
Rupanya wali kelasnya ada urusan di luar kelas. Saya
pamit kepada teman-teman si bungsu. Saya percaya nanti mereka pasti akan
mengabarkan kalau saya sudah menjemput anak. Toh, tadi beliau yang mengabari
perihal sakit anak saya. Jadi saya langsung membawa si bungsu pulang.
Sebenarnya ini bukan pertama kalinya saya menjemput
anak yang sakit di sekolah. Kalau wali kelasnya langsung mengabarkan keadaan
anak yang sakit, saya pasti tahu. Tapi kadang wali kelas menahan anak di ruang
UKS. Bahkan pernah sampai hamper jam
pulang sekolah. Padahal si anak sakit sejak pagi. Bisa dibayangkan selama di
sekolah dia menahan sakit dan tidak konsen. Sampai tergeletak di karpet karena
tidak tahan menahan sakit. Disaat saya melihat anak seperti itu saya merasa
begitu sedih. Mengapa guru tidak segera memberi kabar kepada saya?
Saya mengerti jika sekolah memiliki ruang untuk
melayani anak-anak yang sedang sakit. Masalahnya anak saya sudah pernah di
ruang UKS dan hasilnya tidak ada perubahan. Bahkan bertambah sakit dan akhirnya
saya menjemput pulang lebih awal.
Saya percaya kalau sekolah memiliki standar untuk
menjaga dan mengobati anak-anak yang sakit. Hanya saja, tidak semua anak yang
sakit merasa tenang disana sampai jam pulang sekolah. Kalau sekedar
jatuh/terluka (tidak parah), diobati dan disuruh istirahat sebentar bisa
diupayakan oleh pihak sekolah.
Entah bagaimana, anak saya saat berada di ruang UKS
merasa sendirian padahal ada guru yang menjaga. Padahal banya diminta untuk
istirahat sebentar. Kalau sudah baikan, anak anak kembali ke kelasnya.
Sayangnya anak saya tidak pernah bisa merasa nyaman disana. Ingin segera pulang
tapi menunggu wali kelasnya menghubungi saya.
Ketiga anak saya sekolah di SD yang sama dengan kasus
yang bermacam-macam. Kalau deman dan muntah-muntah itu sudah biasa. Sampai bajunya basah dan pakai baju ganti yang memang ada di sekolah. Bahkan sampai bau muntah tidak kunjung hilang. Kemudian saya merasa eneg dan mual sendiri.
Dua anak sudah melewati masa-masa berat selama di SD. Tinggal
satu anak lagi.
Masalah anak-anak yang sakit ini macam-macam, mulai
dari yang ringan seperti gatal yang mengharuskan si anak diet. Tidak boleh makan sembarangan. Saya mesti bolak-balik ke sekolah. Pertama mengantar, kedua mengantar bekal makan siang dan obat, ketiga menjemput. Sampai jenuh rasanya.
Kemudian yang agak berat yaitu demam, muntah, jatuh sampai kakinya bengkak dan luka lainnya. Pernah juga saya menggendong anak dari kelas sampai ke parkiran karena sudah tidak sanggup jalan kaki karena lemes. Pengen rasanya sepeda motor saya parkir di depan kelas saja. Biar anaknya langsung naik motor. Tapi tidak! Sesuai dengan peraturan sekolah, motor harus di parkiran sekolah.
Pernah kejadian si anak jatuh saat olah raga mengakibatkan kakinya keseleo dan bengkak, susah buat jalan. Sewaktu
terjatuh itu wali kelasnya segera menghubungi saya agar segera menjemput.
Memang dalam kasus seperti ini penting banget kerjasama antara sekolah dan orang tua. Kalau tidak segera
ditangani, gurunya khawatir kaki anak saya makin sakit. Akhirnya setelah pulang
sekolah saya membawanya ke tukang pijat.
Ada juga kejadian saya menjemput anak karena anak saya
ditindih teman sekelasnya yang gemuk. Jujur ya, kejadian seperti ini membuat saya gemes pengen emosi tapi kudu ditahan. Saya sempat membawanya ke dokter sore
hari karena anaknya kesakitan. Pernah juga tiba-tiba anak saya diantar pulang
oleh gurunya karena tangannya berdarah. Waktu itu di sekolah sedang ada proses
pembangunan gedung, jadi banyak kawat dan paku berserakan. Anak saya entah
bagaimana bermainnya sampai tertusuk benda tajam dan kesakitan. Yang terakhir
itu kepala si bungsu terkena ujung meja kayu hingga berdarah. Saya bawa ke
dokter, tapi sudah terlambat. Harusnya begitu terluka harus segera ditangani
karena lukannya lebih dari 1 cm. Alhamdulillah tidak ada masalah, jadi lukanya
bisa diobati dan mengering.
Dari semua kejadian tersebut saya sendiri yang
mengurus anak-anak. Kadang saya merasa berat, tapi urusan anak-anak menjadi
tanggung jawab saya ketika suami tidak ada di rumah. Pernah suatu hari saya
menunggu anak saya, maksudnya mau menjemput sebelum bel pulang karena sakit. Tapi
saya mencari di UKS tidak ada. Kelasnya kosong karena waktu sholat ashar. Akhirnya
saya menunggu sambil ngobrol dengan wali murid.
Si ibu wali murid mengatakan kalau menjemput anak
sakit itu harusnya berdua dengan suami. Nanti siapa yang membawa sepeda anak,
siapa yang membawa anak. Minimal ketika anak sakit dan dijemput dengan motor ada yang memegangi agar tidak jatuh. Iya, anak saya memang membawa sepeda ke sekolah. Saya sendiri
bingung bagaimana memikirkan nasib si anak dan sepedanya. Tapi saya fokus pada
anak saya. itupun masih bingung juga, bagaimana keadaannya? Apakah bisa naik motor pelan-pelan. Kalau pusing banget kena guncangan sedikit sudah kesakitan. Lalu, masalah sepeda urusan belakangan.
Beruntunglah si ibu itu karena ada suami yang siaga. Kalau
saya? Bisa atau tidak ya harus menjalani sendiri. Nanti juga ada solusinya. Saya
percaya itu. Saya juga percaya bahwa semua kasus ini pasti sudah ditakar
olehNya sesuai dengan kemampuan saya.
Kadang ada rasa khawatir ketika melepas anak-anak di
sekolah. Pernah ada wali murid yang bercerita bahwa anaknya jatuh saat olah
raga dan patah tulang tangannya. Atau ketika anak sedang bermain bersama
teman-temannya kemudian …. Banyak kasus yang membuat dada ini berdebar, orang tua
saling menyalahkan dan anak-anak yang trauma. Tapi bismillah, beri kesempatan
kepada anak-anak agar mampu melatih melindungi diri, mampu bertahan dalam
situasi yang tak diinginkan.
Kalau anak kecil itu entah mengapa ya seringkali
berangkat sekolah dalam keadaan sehat tapi siangnya sakit. Kasus seperti ini
sering terjadi pada ketiga anak saya mulai TK sampai SD kelas 6. Ketika remaja sudah berkurang bahkan
tidak. Kalau merasa sakit ya istirahat di rumah.
Selepas Sekolah Dasar, saya tidak menemukan kasus
sakit ataupun terluka seperti ini pada kedua anak kakak si bungsu. Saya yakin anak-anak lebih mampu mengenali
dirinya, mampu bertahan dan melindungi diri. Selain itu tubuh mereka sudah
lebih kuat.
So, jangan panik ketika anak sakit di sekolah. Segera ditangani agar anak elkas sembuh. Yang pasti tetap menjalin kerjasama dengan wali kelas. Penting banget buat anak untuk mengenali dirinya:
- Mengungkapkan perasaan
Saya sering mengatakan kepada anak, “Kalau adek sakit,
bilang pada ustadzah ya.”
Tujuannya agar segera ditangani. Selain itu agar saya
juga mendapat kabar tentang anak.
- Mengetahui kesehatannya
Anak saya merasa tidak tenang jika sakit saat musim
ujian. Memang bisa ikut ujian susulan. Tapi bagaimanapun dia lebih baik ujian
bareng teman-temannya.
Saya tidak ingin membebani anak dengan jadwal ujian. Biarlah
istirahat dulu sampai sembuh baru belajar mengejar ketinggalan. Daripada memaksakan
diri ke sekolah, tapi badan kurang sehat, jadi tidak maksimal.
^_^
Belum ada Komentar untuk "Jangan Panik Ketika Anak Sakit di Sekolah"
Posting Komentar
Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!