Berburu Barang Antik di Pasar Triwindu Surakarta
Jumat, 09 Agustus 2019
10 Komentar
Akhirnya
kesampaian juga keinginan saya untuk blusukan di Pasar Triwindu Solo. Meski,
suami dan anak-anak yang ikut mengantar saya agak heran, “Buat apa sih, ke
Pasar Triwindu? Ada apa di Pasar Triwindu? Mau beli apa?”
Daripada
berdebat panjang saya katakan, “Antar saja aku di pasar Triwindu. Tunggu di
mobil. Cuma sebentar, kok. Mau lihat-lihat aja, nggak beli.”
Baca juga Sensasi Minum Teh di Ndoro Donker Tea House, Kemuning.
Baca juga Sensasi Minum Teh di Ndoro Donker Tea House, Kemuning.
Ini
semacam kalimat penenang hati. Mereka sekedar tahu kalau Pasar Triwindu menjual
barang-barang antik alias jadul alias nyeni dan tidak ada bagusnya. Tapi benarkan seperti itu? Let’s see!
Sore
itu, saya tanpa tujuan yang jelas menyusuri lorong-lorong di Pasar Triwindu.
Lihat ke kanan dan kiri kios, banyak barang-barang jadul yang ditata sembarangan, namun kondisinya
masih lumayan. Ya, tidak semua barang lama dalam kondisi bagus, ada juga yang
sudah berkarat, mengelupas catnya, dan belang-belang.
Sebenarnya
saya ingin membeli gelas enamel. Tapi saya ingat, di rumah ada 4 gelas. Dua
berwarna kuning dan dua lagi putih dengan motif bunga. Gelas-gelas saya ini
tidak semuanya dalam kondisi bagus. Ada yang ketika beli ternyata ada cacatnya.
Terutama kalau membeli online. Mau saya kembalikan namun saya eman dengan
ongkos kirimnya. Jadi biarlah, kalau cuma buat foto, berkaratpun tak masalah.
Asal tidak dipakai untuk minum saja.
Barang-barang
di Pasar Triwindu ini bermacam-macam. Sebagian besar yang saya lihat adalah
peralatan rumah tangga, terutama peralatan makan. Selain itu ada kain dan
barang-barang lainnya yang tak kalah jadul.
Baca juga Menginap di Lor in Solo Hotel.
Baca juga Menginap di Lor in Solo Hotel.
Saya
berhenti di kios yang piring enamel. Saya melihat barangnya masih layak. Selain
piring saya tergoda dengan sendok dan garpu dari kuningan. Saya sudah kapok
membeli peralatan makan dari enamel karena mudah rusak dalam perjalanan.
Kemungkinan besar karena packaging kurang rapi dan tebal sehingga barang-barang
tersebut saling berhimpit dan bergesekan. Akibatnya lecet disana-sini. Ujungnya
pembeli yang rugi. Mending kalau lagi jalan-jalan di toko peralatan masak atau
tempat seperti ini sekalian membeli.
Si
bapak penjual sedang membersihkan barang dagangannya yang warnanya mulai kusam.
Saya bertanya harga peralatan makan dari enamel. Harga piring besar maupun
sedang sama saja, Rp 15.000. Demikian juga sendok dan garpu dari kuningan.
Sementara mangkuk harganya beda, Rp 25.000. Tapi untuk total semua belanjaan, saya
didiskon Rp 10.000.
Saya
cukup heran bagaimana si bapak mampu mendapatkan barang-barang antik, jadul dan
layak jual. Perlahan si bapak menceritakan kisahnya. Barang-barang tersebut
didapat dari orang-orang yang kenalnya. “Biasanya orang-orang itu punya barang
cuma disimpan saja. nah, daripada disimpan, mending dijual. Rumah lebih
longgar.”
Saya
kok merasa tertampar dengan penuturan si bapak. Barang-barang dari nenek saya
masih menumpuk di rumah orang tua. Contohnya teko, cangkir dsb mirip dengan
barang-barang yang dijual disini. Ditambah properti foto saya yang mulai
beranak pinak. Huft!
Selain
peralatan rumah tangga, ada juga mainan anak-anak seperti robot dan jaranan
dari anyaman bambu. Robot ini mengingatkan saya pada mainan adik zaman dahulu
kala. Kok, ya masih awet sampai bisa nangkring di Pasar Triwindu.
Ada
juga kain batik lawasan. Aduh, kalau bagian ini saya tidak berani mampir. Batik
lawasan biasanya mahal, apalagi kalau batik tulis. Apalagi kalau batiknya masih
belum pernah dipakai. Duh, saya mundur teratur daripada banyak tanya lalu saya
tinggal si penjualnya.
Pasar
Triwindu bukan sekedar menjual barang-barang jadul. Ada barang baru juga namun
modelnya jadul. Kalau si bapak mengatakan barang jadul diproduksi kembali. Yang
seperti ini harganya murah dibandingkan barang yang asli jadul.
Tips belanja di Pasar
Triwindu
- Pastikan kita tahu barang yang kita cari, barang jadul, antik atau barang lama yang diproduksi kembali.
- Periksa barang sebelum membeli.
- Cari tahu harga pasarannya.
Dari
ngobrol dengan bapak penjual ini saya tahu ada barang-barang yang memang sudah
diproduksi sejak lama. Contohnya adalah teko blirik biru ukuran besar. Entah
muat berapa liter itu. Di bagian bawah teko ada stempel buatan Belanda.
Bahannya berbeda dengan teko sekarang. Lebih tebal dan tentu saja berat banget.
Sepertinya lebih kokoh. Kondisi teko masih bagus. Mau tahu harganya? Cukup
dengan mengeluarkan uang Rp 250.000. Ckckck....
Ada
teko lain yang dilukis. Teko aslinya berwarna putih, yang katanya tidak
menarik. Dengan sedikit kreativitas, teko bisa dijual dengan harga lebih mahal.
Bagus juga ya idenya!
Ada
juga toples kaca berbagai ukuran. Biasa dipakai untuk wadah kerupuk. Sebenarnya
saya tertarik dengan toples ini karena bening dan cocok untuk ditaruh di meja
makan. Namun kembali lagi, saya ingat anak-anak saya yang luar biasa. Bagaimana
mereka bisa duduk diam didepan toples kaca. Apa saya tidak deg-degan kalau ada
huru-hara di rumah. Takut toples kesenggol dan pecah.
Kembali
si bapak bercerita bahwa toples dari kaca ini aman untuk kesehatan. “Tidak
seperti barang-barang dari plastik yang bisa mengakibatkan terbentuknya sel-sel
kanker. Orang-orang dahulu itu berpikir ke depan. Mereka mengerti akan
kesehatan. Makanya barang-barang dari kaca seperti ini cocok untuk dipakai sehari-hari
kita.”
Saya
mengangguk. Ada baiknya menyimak pendapat si bapak. Zaman dahulu, penggunaan
plastik masih minim. Barang-barang rumah tangga masih ramah, meski kurang
fleksibel dalam perawatan dan penyimpanan. Hingga akhirnya banyak yang
meninggalkan barang jadul dan beralih ke barang yang baru.
Pukul
16.00, satu kios yang menghadap parkiran mulai berberes dan tutup. Pemilik kios
lainnya masih asyik ngobrol dengan pembeli atau sesama penjual. Pasar Triwindu
sudah sepi. Saatnya kaki ini melangkah pulang.
Buat
teman-teman yang tertarik untuk berburu barang antik, coba deh mampir di Pasar
Triwindu Surakarta!
Happy shopping, ya!
Happy shopping, ya!
^_^
Ah, kayaknya aku pernah ke sini waktu ke Solo, sekitar 11 tahun lalu. Penampakannya mirip. Tapi, inget2 lupa juga sih, hehehhe. Seru ya mbak berburu barang antik. Aku juga suka
BalasHapusJadi banyak maunya kalau lihat barang2 ini.
HapusWah di Solo banyak juga ya jual barang antik saya kira hanya di jogja saja, barang antik pasti dibanderol dgn harga yang tidak murah, tapi kalo sudah hobi koleksinya ya mau gimana lagi hihi :)
BalasHapusIya mba, disini terkenal banget dengan koleksi barang antiknya.
HapusSaya baru beberp kali ke Solo mba.. Bwlom prnh ke sini.. Sy br jajal ke pasar klewer ja mba... Psti bnyk pilihannya ya yg suka brg antik... Buat referensi kl ke Solo lg. Thx ulasnnya mba Nur
BalasHapusSekali-sekali main di Pasar Triwindu mba. Nggak semua kios menjual hanya barang antik. Barang baru tapi model lawas juga banyak.
Hapusmengunjungi pasar dengan brang antik begini mengingatkan dengan masa kecil, karena gampang banget dulu ditemukan di rumah nenek, kalau sekarang udah sulit. udah pada diganti dengan barang-barang yang baru
BalasHapusSemakin jarang ya barang-barang jadul di rumah.
HapusSayangnya belum pernah ke pasar Triwindu di Solo, tapi saya termasuk yang dulunya suka hunting enamel untuk dijual lagi :P hehe walau dulu banget sih saat tahun 2013, ketika jaman photography makanan baru mulai hits.
BalasHapusMemang enamel itu unik ya, entah bagaimana rasanya setiap kali lihat enamel seperti kembali ke rumah nenek~ hanya saja dulu enamel yang saya beli itu enamel baru bukan koleksi jadul, jadi memang untuk properti foto (bukan untuk koleksi) :D
Semoga nanti kalau ada kesempatan ke Solo, bisa mampir pasar Triwindu. Mau lihat-lihat juga koleksi antik, karena ditempat saya nggak begitu banyak toko penjual barang antik :D
Kalau ke Solo sekalian belanja di Pasar Triwindu.
Hapus