Lakukan Ini Jika Pasangan Tak Mendukung Hobi Kita
Selasa, 29 Oktober 2019
2 Komentar
Assalamualaikum,
Saya
senyum-senyum sendiri membaca postingan instagram Teuku Wisnu ketika sedang
berkendara dengan Moge. Ceritanya dia dilarang sang istri melakukan
hobi tersebut. Penasaran dengan kegiatan yang sangat diinginkan Wisnu? Katanya sih
touring dan riding, untuk dakwah.
Tanpa
sepengetahuan istrinya, Wisnu ikut riding di Surabaya. Kemudian ada nitizen
yang komentar “Lebih baik minta maaf daripada minta izin.” Maksudnya apa, coba?
Apa hubungannya minta maaf dan minta izin. Huhu....
Kalau
saya menebak sih, lebih baik sudah melakukan hobi tersebut baru minta maaf.
Daripada minta izin dulu, takutnya tidak bakal dapat izin. Jadi ngenes, kan!
Tapi...tidak boleh itu pasti ada alasannya. Iya, kan?
Nah,
bagaimana jika itu terjadi pada diri kita. Ehm... seperti kasus saya beberapa
waktu lalu. saya suka memasak. Saya membutuhkan alat masak baru. Rencana saya
sih mau menabung dari hasil keringat saya. Tapi kapan, ya?
Untungnya,
tanpa menabung saya ada rezeki yang cukup untuk membeli peralatan memasak yang
saya inginkan. Saya mendapatkan arisan dasa wisma. Alhamdulillah, senang banget. Saya tunjukkan kepada suami,
namun apa komentarnya?
“Buat
apa beli mixer baru. Mixer di rumah masih bisa dipakai, bukan?”
Saya
sudah menjelaskan panjang kali lebar bahwa mixer di rumah sudah tidak sanggup
memenuhi kebutuhan saya. Iya kalau cuma buat mengaduk telur dan gula. Telur 8 –
10 butir masih sanggup. Tapi kalau roti?
Saya
butuh waktu yang lumayan menyita. Mixer saya itu tidak sanggup mengaduk
adonan roti karena terlalu padat dan berat. Paling banter, mixer sanggup untuk menguleni adonan sampai 300 gr (tepung). Mesin mixer cepat panas akhirnya
mogok. Sekalinya mogok saya mesti menunggu minimal 15 menit, bahkan sampai 30
menit. Lalu kapan selesainya? Bisa dua jam hanya untuk menunggu mesin dingin –
dipakai – panas – istirahat – dingin. Muter saja seperti itu. Hopeless!
Kalau
mau serius di dunia memasak atau kuliner memang butuh banyak peralatan. Saya
tahu saya tak mungkin membeli semua yang saya inginkan. Saya mesti bisa
menyiasatinya. Tapi kalau mixer ini rasanya tak mungkin bisa beli dalam waktu dekat. Sementara saat ini
saya lagi senang bereksperimen resep aneka roti.
Saya
menyadari bahwa alasan suami saya benar. Harga mixer bikin pingsan! Sedangkan
ada kebutuhan lain yang lebih urgent.
Masak sih saya memaksa suami untuk membelikan mixer yang saya rasa bisa ditunda
atau tidak beli sama sekali.
Dalam
hal kebutuhan seperti ini saya ingin ada keterbukaan. Saya tidak ingin
menggunakan alasan yang mengada-ada. Misalnya, pura-pura mixer rusak. Tidak! Biar
saja tidak punya mixer baru, yang penting kebutuhan rumah tangga terpenuhi. Toh,
yang seperti ini sekedar hobi.
Ya...bagaimana
lagi kalau izin untuk membeli mixer tidak kunjung turun?
Yang
saya lakukan adalah pasrah dan sabar.
Barangkali
saja suatu hari nanti saya dapat undian atau hadiah mixer. Atau dapat kiriman
buat endorse gitu. Lumayan tidak perlu keluar duit buat beli. Maaf HALU!
Kembali
lagi ke uang ARISAN tadi...
Karena
tidak ada rencana untuk membeli “sesuatu” akhirnya uang arisan habis dengan
sendirinya. Habis buat belaja, maksudnya! Tapi saya ikhlas, kok. Kemudian
melupakan keinginan membeli mixer.
Dengan
cara seperti ini saya bisa berdamai dengan perasaan. Meski sering juga saya
iseng mengintip beberapa merk mixer yang menjadi incaran saya di marketplace. Lihat
saja dulu, bandingkan harga, belanjanya kapan-kapan!
Dalam
keadaan mixer yang susah diajak bekerjasama, saya masih menggunakannya untuk
membuat kue dan roti. Ya, saya masih penasaran bagaimana cara kerjanya mixer
jadul yang warnanya saja sudah berubah kusam. Tapi masih bisa membantu saja mengaduk
adonan seperti bolu dan cake.
Di
akhir pekan, suami melihat kegigihan dan kesabaran saya belajar secara
otodidak, kadang berhasil tapi sering gagal. Kadang dia tersenyum, kadang
kasihan juga. Untuk membuat satu resep roti saja saya harus menghabiskan waktu
cukup lama di dapur. Belum lagi menunggu adonan mengembang. Dudu... bukannya
lebih baik beli saja. Yang jualan roti banyak, loh! Enak-enak pula!
Kalau
pasangan tidak mendukung hobi kita itu perlu dipertanyakan. Masalahnya apa?
Apakah hobi itu tidak ada manfaatnya
sama sekali? Justru mengabaikan waktu dan tugas sebagai istri dan ibu? Mungkinkah hobi itu membahayakan, baik fisik atau psikis?
Satu lagi, tetap dengan pertimbangan finansial. Apakah dengan mengalokasikan dana untuk hobi akan membuat anggaran rumah tangga goyah? Kebutuhan rumah tangga, harus mendapat prioritas baru hobi. Sebaiknya jangan sampai memaksakan diri demi hobi. Meski kita cinta dengan hobi tersebut.
Satu lagi, tetap dengan pertimbangan finansial. Apakah dengan mengalokasikan dana untuk hobi akan membuat anggaran rumah tangga goyah? Kebutuhan rumah tangga, harus mendapat prioritas baru hobi. Sebaiknya jangan sampai memaksakan diri demi hobi. Meski kita cinta dengan hobi tersebut.
Pada
saat seperti ini ada beberapa hal yang bisa kita lakukan:
- Menerima dengan ikhlas alias pasrah. Tapi juga kudu sabar. Bagaimanapun juga kita tidak hidup seorang diri. Ada keluarga yang perlu diperhatikan. Demikian juga kondisi keuangan.
- Berdiskusi. Penting banget untuk saling memahami keinginan masing-masing. Hobi kita jika dianggap berseberangan dengan keinginan pasangan, namun selama membawa manfaat, cobalah untuk berdiskusi. Sekali dua kali bahkan berkali-kali. Siapa tahu loh, pasangan luluh hatinya bahkan mau terlibat.
- Tetap melakukan rutinitas. Meski pasangan tidak mendukung hobi bukan membuat kita ngambek atau patas semangat, ya. Biasa saja. Tetap mengurus keluarga, tetap beraktivitas dan berkomunitas.
- Lakukan hobi dengan senang dan serius. Ingat pepatah, “Tiada rotan, akarpun jadi”. Saya rasa masih relevan untuk keadaan ini. Tetap melakukan hobi sebagai aktualisasi diri meski sarana pendukung tidak maksimal. Hobi itu harusnya menyenangkan dan tanpa beban. Tunjukkan kalau kita serius. Bukan cuma mau ikut-ikutan yang sedang viral.
Alhamdulillah,
beberapa bulan kemudian, tiba-tiba saja suami berkenan membelikan mixer baru. Saya
sungguh tidak menyangka bisa secepat ini. Waktu itu saya hanya melihat-lihat dereten
mixer di toko alat eletronik, tak ada niat untuk membeli. Karena tujuan kami datang adalah untuk membeli kebutuhan si anak tengah. Namun suami justru menghampiri saya dan tertarik
untuk membeli daripada menunggu nanti dan nanti.
Jadi,
kalau hobi teman-teman itu memang baik, percayalah pasti ada manfaatnya untuk
diri sendiri maupun orang lain. Masalah pasangan belum mendukung, kita berdoa
dan berusaha, ya.
Semoga
bermanfaat ya!
***
mungkin krn di awal aku udh bilang ke suami kalo aku suka traveling, dan butuh traveling tiap bbrpa bulan, dia udh paham dan ksh izin mba. krn dia tau itu udh kayak kebutuhan primer buatku, drpd istrinya di rumah stress :p. cuma yg dia minta, kalo travelingnya hrs ada yg nemenin, ntah temen, pake tur ato ama dia. Syarat kedua, kalo perginya bareng suami, tanpa anak2, maksimal cm 7 hr. Syarat terakhir, dalam setahun itu setidaknya ada jg traveling bareng keluarga . Ya sudah, aku penuhin kalo cuma itu syaratnya. makanya aku ga susah minta izin kalo berkaitan jalan2.
BalasHapusKalo ttg membeli barang, itu beda ceritanya :p. Tp di awal suami jg udh bilang, "kalo itu uang gajimu sendiri, kamu ga usah minta izin aku. aku bebasin kamu mau pake utk apapun juga. itu uang kamu sepenuhnya. " .Tapi kalo uangny dari gaji dia, baru deh aku hrs jelasin itu utk apa aja :D. Biar sama2 enak yaa, jd bgsnya di awal itu udh bikin kesepakatan.
Akupun ngelakuin yg sama utk hobi dia. dia tergila2 tenis meja. dlm seminggu bisa brp kali ikutan main, sepulang kantor. aku bebasin, krn memang dia suka, dan menurutku bagus kok, supaya dia olahraga :D. Intinya sih, ada hal2 yg buat kami ga bisa diutak atik utk dilarang. demi kewarasan bersama :D
Butuh kesabaran dan komunikasi, ya, Mbak. Soal hobi memang harus beroleh dukungan pasangan agar tidak terjadi gesekan. Sedih juga kalau hobi kita belum didukung suami. Akan tetapi sebagai imam suami pastinya punya banyak pertimbangan. Suami saya juga gitu, selalu lebih mendahulukan kebutuhan anak daripada keperluan saya. nantinya setelah anak beres kebutuhannya, barulah giliran keperluan saya.
BalasHapus