Di Kampung, Tetangga Rasa Saudara
Selasa, 11 Februari 2020
1 Komentar
Assalamualaikum,
Pengalaman
bertetangga saya sebenarnya masih minum. Tapi tak apalah jika saya berbagi
cerita selama tinggal di kampung (bukan di perumahan). Total sudah 4 kali
tinggal di kampung. Ini sih akibat suami yang sering berpindah-pindah dinas.
Jadi bisa merasakan tinggal di kampung ketika masih di Jakarta, Sidoarjo dan
Bojonegoro. Kalau kampung halaman tidak perlu dihitung, ya.
Di
Jakarta itu sudah dua kali pindah rumah. Semuanya tinggal di rumah petak. Selama
itu saya tidak pernah bermasalah dengan tetangga baik dengan pendatang maupun penduduk asli. Semuanya baik.
Kalaupun ada yang kurang, paling juga hal yang sepele. Contohnya ada tetangga
yang memelihara burung. Terasa mengganggu itu ketika saya sedang menjemur baju
dan kena kotoran burung. Lainnya apa ya? Rasanya tidak ada yang penting sih,
jadi seingat saya yang baik-baik saja.
Pada
awal menikah saya ikut suami. Kondisi saya sedang hamil. Saya butuh adaptasi
dengan suami dan lingkungan baru. Sampai kemudian saya opname karena fisik saya
semakin payah. Alhamdulillah ada teman-teman suami yang kos dekat kami,
mengantar ke rumah sakit terdekat.
Karena
tidak ingin menyusahkan tetangga, saya katakan kepada suami untuk tidak
memberitahukan kepada para tetangga. Apa kata mereka? Justru mereka marah.
Mengapa tetangga tidak dianggap keluarga? Harusnya dikasih tahu biar bisa
membantu. Ya Allah, awal menikah saya mendapat pelajaran berharga dari
tetangga.
Demikian
juga ketika saya tinggal di Sidoarjo. Kalau sehari saja saya tidak keluar
rumah, pasti ditanya para tetangga. Mereka mengkhawatirkan saya. Dikira sakit.
Mereka tanpa disuruh datang menjenguk.
Dulu,
tanpa media sosial tanpa woro-woro, tanpa basa-basi, tetangga-tetangga ini
membuka pintunya lebar-lebar untuk membantu ketika ada yang kesusahan. Rumah-rumah tanpa pagar (dan tetap aman) yang membuat kami leluasa berkunjung. Sesama
perantauan dan penduduk lokal bisa seakrab ini.
Dari
bertetangga ini saya mengenal berbagai makanan nusantara. Gratis pula. Ketika
memiliki tetangga orang Betawi, saya dikasih makanan Betawi, begitu juga ketika
memiliki tetangga orang Padang, Aceh dan Sunda. Senang banget punya tetangga
seperti ini.
Tips agar akrab
bertetangga:
- Silaturahmi
Sebagai
pendatang, sebaiknya memulai untuk berkunjung ke rumah tetangga. Lapor RT itu
penting. Walaupun saya tinggal berpindah-pindah kota, yang kadang tidak sampai
setahun, saya selalu lapor RT setempat. Bahkan ketika tinggal di rumah dinas
juga demikian.
- Mematuhi aturan yang berlaku
Seperti
pepatah, “Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya” maka setiap
daerah memiliki adat dan aturan yang berbeda dengan daerah lain. Selama tidak
bertentangan dengan agama yang kita anut, sebaiknya patuhi saja.
- Memenuhi undangan
Kalau
mendapat undangan dari tetangga, musholla dan masjid, datang jika tidak
berhalangan. Kalau tidak bisa, sampaikan baik-baik bahwa kita memiliki agenda
yang lebih mendesak dan penting. Kalau diminta sumbangan untuk RT, musholla
atau masjid ikut saja. Walaupun seringkali ketika acara sedang berlangsung
tidak ikut karena mudik, dsb. Demikian juga ketika ada kegiatan di RT setempat.
Misalnya kerja bakti, meskipun jarang, tapi dengan adanya kegiatan tersebut,
kita jadi mengenal para tetangga lebih akrab.
- Menyapa tetangga-tetangga
Kalau
berpapasan ya menyapa. Kalau ada waktu lebih panjang, kita bisa bertanya kabar,
ngobrol ringan (kalau saya sesama ibu-ibu). Jangan sampai tetangga menganggap
kita orang sombong karena tidak pernah menyapa ketika berpapasan. Lha wong senyum
saja tidak mau.
- Memberi hadiah
Jika
ada kelapangan rezeki, ada baiknya kita berkunjung ke rumah tetangga sambil
membawa hadiah. Biasanya makanan, baik masakan sendiri atau beli, misalnya
oleh-oleh. Yang penting tidak perlu memaksakan diri.
Satu
hal yang membuat hubungan dengan tetangga tetap baik adalah karena kita bisa
membuat batas yang jelas. Urusan pribadi jangan sampai diumbar meski sedang
suntuk dengan pasangan.
Dulu
ketika anak masih kecil itu sering banget ibu-ibu muda keluar rumah setiap pagi
dan sore. Sambil mengajak main sambil memberi makan yang banyak dramanya. Saat
seperti itulah saya memiliki kesempatan untuk ngobrol lalu mengenal tetangga.
Jadi
bertetangga di kampung atau di perumahan itu sama saja. Bisa senang atau tidak
tergantung bagaimana menyikapinya. Suka dan duka itu pasti ada. Masalah
mengikuti. Solusi pasti bisa ditemukan.
Nah,
pernah memiliki tetangga rasa saudara? Pernah banget. Tetangga rasa saudara itu
kalau kita bisa akrab dan nyaman, saling pengertian. Terutama ketika sedang di
perantauan, ketika jauh dari keluarga. Ada tetangga yang bisa mengerti keadaan
kita dan dengan sukarela membantu.
Kalau
di Jakarta itu ada tetangga yang saya anggap seperti ibu sendiri. Saya suka
main ke rumahnya, nonton teve, ngobrol sampai dikasih makan. Ya, karena saya
main ke rumahnya cukup lama. Sejujurnya saya butuh teman ketika suami pergi bekerja. Saya juga akrab dengan anak perempuannya, selain
karena seumuran juga kami sama-sama ibu rumah tangga.
^_^
Waalaikumsalam mbak.
BalasHapusAlhamdulillah dapat tetangga yang baik hati ya mbak, mana sering dikasih makanan gratis kalo mereka bikin. Disini juga kadang begitu, ada yang bikin opor ayam maka dikasih, karena tidak enak maka aku kasih balik, misalnya kue atau cemilan.😊