5 Manfaat Skill Memasak Untuk Keluarga

manfaat skill memasak

Assalamualaikum

Bebeapa waktu lalu ada pasangan artis yang sedang viral.  Keduanya mengaku tanpa pacaran namun taaruf dan mantap untuk membangun mahligai rumah tangga. Katanya, si istri ini “nggak bisa masak”. Lalu muncullah komentar dari para nitizen. So, why?


Terlepas dari apapun pendapat nitizen, saya jadi berpikir bahwa skill memasak pastilah berguna. Kalau bukan untuk diri sendiri bisa juga buat keluarga atau teman. Banyak sekali manfaat skill memasak untuk keluarga. Namun bukan berarti harus bisa memasak semua jenis masakan. Sampai harus menjadi profesional dalam bidang masak-memasak. Ah, itu sih terlalu jauh. Eh, tapi kalau ingin sampai bisa seperti itu pastinya akan lebih banyak manfaatnya.

Nah, kalau masak air, nasi dan mie instant ini termasuk skill memasak bukan? Iya dong! Meski masih standar, skill ini bisa dipakai untuk bertahan hidup...

Manfaat Skill Memasak: Perempuan Haruskah Wajib Bisa Memasak?

Sebelum menikah, nyali saya sempat menciut karena saya tidak bisa memasak. Lha, untuk menyebutkan macam-macam bumbu dapur saja tidak khatam. Lalu, bagaimana dengan rumah tangga yang akan saya bangun? Bagaimana calon suami menanggapi masalah skill masalah saya yang minus ini? Apakah bisa memaklumi atau bahkan sebaliknya, mempermasalahkannya?

Bingung!

Saya merasa skill memasak identik dengan tugas wanita. Seolah tak bisa ditawar lagi, skill memasak memaksa kaum wanita untuk bisa survive. Lalu bagaimana dengan wanita yang tidak bisa memasak?

Jujur saja, selama masih kuliah dan kos, cuma bisa dihitung dengan jari saya memasak. Seingat saya cuma sekali saja memasak. Padahal ada dapurnya. Anak-anak kos diberikan kebebasan memasak. Cuma saya lebih suka beli saja. Praktis. Kalau bisa lagi, makan di tempat, jadi tidak perlu cuci piring, sendok dan gelas.

Diantara teman-teman kos, masakan saya paling hancur. Padahal cuma masak sayur sup. Tapi rasanya hambar. Sementara masakan lainnya, tidak bisa. Kalau seperti ini saya merasa hopeless, lebih baik beli saja.

Akhirnya saya ngomong kepada calon suami, “Mas, aku nggak bisa masak...”

Karena dia memang sudah niat mau menikah, it’s okey. Tidak apa-apa, tidak bisa memasak. Karena menurutnya, skill memasak bukanlah sesuatu yang paling penting.

Setelah menikah, saya ikut suami merantau. Kami lebih sering beli makan. Sampai tetangga-tetangga dekat sering mengirimi saya makanan. Katanya kasihan, saya tidak bisa masak. Saya merasa terharu.

Tiap hari beli makan kadang membuat saya bosan. Tapi kalau mau memasak, apa dong? Akhirnya saya menelpon ibu, bertanya resep masakan. Begitu setiap akan masak. Sampai akhirnya, saya merasa bisa masak sederhana. Sesekali saja.

Setelah memiliki anak saya ingin memberikan makanan yang bergizi dan sesuai dengan kebutuhannya. Terdorong dari keinginan ini saya mulai belajar memasak. Mencoba resep dari tetangga dan buku dan majalan. Zaman itu belum marak internet seperti sekarang ini.

Saat itu saya merasa sebagai istri yang penuh kekurangan. Bertemu dengan ibu-ibu dan ngobrol tentang masakan, saya hanya menjadi pendengar. Apakah ini normal? Ah, biarlah. Namun suatu ketika saya bertemu dengan tetangga yang justru si suami yang belanja dan memasak untuk keluarganya. Memasak bukan sesuatu yang tabu buat kaum adam.

Bahkan saudara-saudara ibu saya (paklik-paklik) biasa memasak untuk keluarganya. Ceritanya karena istrinya tidak bisa memasak seperti keinginan, akhirnya mereka sendiri yang memasak. Semudah itu ya?

Skill Memasak Untuk Keluarga: Belajar dan Praktik

manfaat skill memasak

Beda keluarga bisa jadi berbeda dalam menentukan sikap menghadapi problem rumah tangga. Dalam keluarga saya, bapak sama sekali tidak pernah mencampuri urusan dapur ibu. Tidak juga bergerak membantu ibu memasak. Namun bapak suka dan bangga dengan masakan ibu. Hampir sepanjang pernikahan, ibu memasak untuk bapak. Kalaupun tidak karena sedang bepergian, sakit atau ada urusan penting.

Dalam hal masak-memasak, saya fleksibel. Kalau pasangan mau membantu pasti lebih ringan. Tapi kalau tidak? Ah, tidak perlu menyulitkan diri sendiri. Tidak bisa masak– karena alasan apapun – beli saja.

Tidak semua laki-laki suka atau mengerti dengan urusan masak-memasak. Yang bisa istri lakukan adalah memakluminya. Yang penting tiap hari bisa makan dengan layak. Entah dengan membeli atau memasak.

Jika memang memiliki passion memasak, maka pasangan bisa mendukung dengan memberikan waktu, modal, kesempatan bahkan mengijinkan untuk ikut kursus memasak. Saat ini ada banyak bertebaran kursus memasak baik offline maupun online.

Namun jika kita sudah merasa cukup dengan skill memasak yang dimiliki, saya rasa wajar. Seperti seorang teman saya yang mengaku lebih baik membeli daripada memasak. Karena ketika dia tidak memiliki passion memasak dan memilih bergabung dalam tim beli makanan. Pernah dia mencoba resep baru dan tidak ada anggota keluarganya yang mau. Misalnya ingin makan nugget. Bukankah bikin nugget sendiri itu gampang. Namun bagi sebagian orang justru sebaliknya. Dengan membeli saja lebih menguntungkan karena pasti disukai keluarganya. Daripada bikin sendiri dan hasilnya kurang memuaskan.

Urusan menyiapkan pangan untuk keluarga adalah tanggung jawab orang tua (suami dan istri). Bisa jadi si suami yang rela menyiapkan makanan karena memiliki waktu longgar. Tapi kalau dalam keluarga saya, ya saya karena saya dan suami LDM (long distance marriage). Urusan makanan tidak harus setiap waktu dengan menguasi semua skill memasak, bukan?

Skill Memasak Bukan Paksaan

So, bagaimana dong dengan skill memasak kita? Pelan-pelan saja, memasak itu bisa disukai dan dipelajari. Dulu, saya tidak suka memasak dan tidak bisa memasak. Karena tidak suka jadi malas belajar. Berat kalau disuruh ke dapur. Yang ada saya selalu salah dan mengeluh. Salah mengiris (ukuran tidak sama besar), salah memperlakukan barang-barang dapur, terutama keramik yang berakhir sangat tragis, bahkan kesalahan-kesalahan lainnya yang membuat saya hopeless.  

Apalagi urusan dapur itu tidak mengenal kata berhenti. Setelah belanja, memasak, makan, cuci peralatan masak. Begitu terus, berputar. Selama manusia masih ada, urusan ini pasti akan ada.

Perlahan hati ini mulai terbuka untuk belajar memasak. Memasak datang dari keinginan sederhana untuk menyediakan makanan sehat untuk keluarga. Setelah keluarga cocok dengan masakan saya, lanjut untuk mencoba resep lainnya. Senang sekali ketika skill memasak untuk keluarga meningkat. Parameternya adalah ketika masakan habis dan keluarga senang.

Memasak akan lebih menyenangkan kalau kita bisa menikmatinya. Memasak itu bukan sebuah paksaan. Namun datang dari keinginan dan kesadaran pribadi. Memasaklah dengan cinta dan mulailah dengan doa. Agar kita mendapatkan keberkahan.

Manfaat Skill Memasak Untuk Keluarga

Kalau di awal menikah saya merasa tidak masak tidak masalah. Lha, cuma berdua. Kalau suami di rumah saja bisa makan bareng. Namun ketika sudah memiliki anak, saya makin terpacu untuk belajar memasak. Saya merasakan banyak manfaat dari skill memasak ini.

1. Mengenal kandungan gizi bahan makanan

2. Menyalurkan passion, ide dan hobi bahkan bisa menambah pendapatan

3. Meningkatkan rasa percaya diri

4. Menghemat pengeluaran belanja

5. Menyenangkan keluarga

Nah, skill memasak itu penting tidak? Penting dong! Tapi tenang saja, skill memasak bisa dipelajari oleh siapapun. Tidak hanya tugas wanita. Laki-laki juga boleh. Yang  awalnya tidak bisa masak, jika ada niat dan usaha, insyaallah bisa. Semangat!

^_^

 

 

Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

Belum ada Komentar untuk "5 Manfaat Skill Memasak Untuk Keluarga"

Posting Komentar

Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel