Cerita dari Dapur 2: Jangan Takut Berbuat Salah, Nak

anak jangan takut berbuat salah

Assalamualaikum

Saya merasa anak zaman dulu dan sekarang sangat berbeda ketika berhadapan dengan orang tua? Anak sekarang lebih berani dan memiliki kepercayaan diri yang baik. Sementara saya dulu termasuk golongan penakut. Saya mengalami betapa takutnya ketika berbuat salah. Bahkan mau ngomong saja mulut seperti dikunci rapat. Tidak ada curhat kepada orang tua. Bisa kacau deh. Apalagi jika salah paham...Saat orang tua memarahi panjang kali lebar, saya hanya bisa menunduk, diam membisu. 

 

Ketakutan seperti ini tidak baik. Saya seperti tak berdaya sama sekali. Mau ngomong salah, kalau tidak ngomong tetap salah. Kemudian dipendam saja. Mau memberikan penjelasan, membela diri, ah sudahlah, tidak pernah terlintas di kepala saya. Yang ada saya tetap salah.

Saya jadi iri dengan teman-teman saya yang memiliki hubungan yang baik dengan kedua orang tuanya. Bisa curhat dan bercanda dengan santai. Seperti tidak berhadapan dengan orang tua melainkan dengan teman sebaya. Ah, saya iri...

Jangan Takut Salah

Berbuat salah karena tak disengaja itu bikin nyali saja menciut. Berkaca dari kejadian masa kecil ini, saya tak ingin memarahi anak tanpa memberikan kesempatan untuk menjelaskan alasannya. Juga menghukum anak. No! Saya merasa anak itu kalau tahu perbuatannya salah pasti merasa sedih dan menyesal. Kalau ditambah dengan kemarahan orang tua, bisa jadi akan meruntuhkan rasa percaya dirinya.

Contohnya beberapa hari lalu, saya sedang membuat adonan dan baru menyadari ternyata gula saya tinggal sedikit. Bahkan tidak cukup untuk membuat adonan. Kemudian saya meminta tolong si bungsu untuk membeli gula pasir. Anaknya semangat kalau belanja di warung tetangga.

Saya memberinya uang. Segera diraihnya sepeda dan meluncur ke warung tetangga yang letaknya tak begitu jauh dengan rumah kami. Si bungsu tiba di rumah dengan tergesa dan wajah berpeluh. “Ibu gulanya jatuh.”

Saya segera menghampirinya dan ternyata plastik pembungkus gula sudah robek. Dia memegang sisa gula dengan kedua tangannya. Saya mengucapkan terima kasih tanpa sedikitpun memarahinya. Saya lihat wajahnya yang sendu. Saya memujinya karena masih bisa membawa pulang sisa gula.

Saya menunggu beberapa saat kemudian bertanya kepadanya. Ternyata baru separuh perjalanan pulang, gulanya jatuh ke tanah. Sepeda ditinggalkan begitu saja. Sementara dia lebih mementingkan gula karena merasa bertanggung jawab terhadap pesan saya. Beruntung sepedanya baik-baik saja. Bagaimana ya, meninggalkan sepeda di jalan eh gang perumahan. Coba kalau ada orang yang berniat buruk, bisa saja sepeda itu langsung diembat.

Kejadian seperti ini memang sering terjadi. Kakaknya dulu pernah saya minta membeli tepung dan jatuh di tanah. Sempat ditolong pemulung untuk memungut tepung yang tersisa di plastik. Tapi ya namanya sudah jatuh, masih untung ada sisa sedikit. Belum lagi kalau membeli telur. Pecah satu dua kayaknya sudah biasa. Juga belanja lainnya.

Ketika saya meminta tolong anak-anak untuk belanja, sebenarnya saya melatih mereka untuk melakukannya dengan baik dan bertanggung jawab. Kalaupun ada kesalahan ya maklum saja, usia segitu mau bagaimana. Kalau mood si anak sudah membaik, barulah saya kasih saran. Saya ingat betapa zaman saya masih SD suka salah-salah ketika disuruh ibu belanja. Entah uangnya terjatuh dan hilang, barangnya jatuh dan drama lainnya.

Saya senang ketika anak mau belanja di warung tetangga. Selain saya memang ingin dia lebih mengenal tetangga dan biasanya terjadi komunikasi yang manusiawi. Maksudnya begini, anak tidak saja mengucapkan pesanan saya namun kadang ada percakapan ringan dengan pemilik warung atau mbak-mbak pelayannya.

Disini anak bisa belajar untuk berani berkomunikasi dan bertanggung jawab. Masalah nanti ada drama dan sebagainya, kita tunggu saja. Pastikan kita sudah memberikan kesempatan untuk belajar langsung tentang kehidupan. Berani berbuat berani bertanggung jawab. Berani melakukan sesuatu berani pula menerima resikonya yang baik maupun tidak. Sedikit kesalahan rasanya masih wajar. Kelihatannya memang sepele namun dia memiliki kesan yang bagus saat berhasil melakukan pekerjaan ini.

^_^

 

 

Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

1 Komentar untuk "Cerita dari Dapur 2: Jangan Takut Berbuat Salah, Nak"

  1. ya ampun terharu bgt bacanya si anak sampe ninggalin sepedanya demi mbawa pulang cpt2 sisa2 gula yang terselamatkan, bnr2 tanggung jawab, kalau akupun ga bakal marah, malah mungkin panik kenapa sepedanya ditinggal, takut ilang, soalnya sendal jepit aja ilang kalau di perumahanku.

    anakku masih 7 bulan, blm ada pengalaman yg mengharukan kaya gini.

    BalasHapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel