Geliat Literasi dari Bangilan
Sabtu, 16 September 2017
10 Komentar
Menyebut
salah satu kecamatan di Tuban yaitu Bangilan, saya teringat seorang teman
blogger Tuban, mas Joyo Juwoto. Entah saya harus ikut-ikutan memanggil mbah
Joyo agar lebih akrab, atau mas seperti biasanya. Atau mungkin memanggil pak
Joyo. Ehm... belum pernah kopdar, semua dipanggil mas dan mbak. Semoga berkenan.
Memang
saya belum mengenal beliau namun tak ada salahnya jika sesama blogger Tuban
saling berkunjung di rumah maya. Bisa pula mengenalnya dengan berteman di akun
sosial media. Membaca aktivitasnya dan saling berkomentar.
Berkunjung
ke blog mas Joyo www.4bangilan.blogspot.com,
kita bisa membaca banyak karyanya. Saya suka gaya bercerita yang sederhana, mudah
dipahami dan lancar dengan latar yang tak jauh dari kehidupan sehari-hari.
Seperti dalam cerpen berikut:
Mengambil
judul blog Secangkir Kopi – Sepiring Ubi, saya awalnya berpikir ini ada
kaitannya dengan proses kreatif seorang penulis. Biar terkesan nyastra begitu.
Ternyata dugaan saya salah! Secangkir Kopi – Sepiring Ubi merupakan
penggambaran masyarakat desa yang akrab, jauh dari hiruk-pikuk dan gemerlap
kota.
Kita
masih bisa membaca banyak label dari tulisan mas Joyo. Misalnya tentang review
buku. Aih, rasanya sudah lama saya tidak membaca karya sastra.
Masalahnya,
ada membuat saya begitu ingin tahu. Profil penulis. Yup, saya tidak
menemukannya di blog mas Joyo. Dulu ketika masih mahasiswa, jika sedang ngefans
dengan sebuah tulisan, saya pasti berburu info profil penulis dari koran,
majalah, buku dan teman. Kalau bisa ikut workshop menulis. Kalau bisa lagi nih,
dapat tanda tangan. Kalau sekarang, sekedar stalking
akun sosial media penulisnya sudah cukup.
Suatu
ketika mas Joyo ini menunjukkan karyanya dalam grup WA blogger Tuban. Buku solo
ke tiga yang berjudul Dalang Kentrung Terakhir. Sebelumnya ada Jejak Sang Rasul
dan Secercah Cahaya Hikmah. Sedangkan buku antologinya ada 10 buah. Keren
banget!
Saya
ikut senang dengan kelahiran buku-buku tersebut. Bagaimana tidak, dari sebuah
kecamatan Bangilan, di salah satu ujung kabupaten Tuban, lahirlah pegiat literasi dari komunitas Kali Kening. Kontribusi
terhadap dunia literasi patut didukung sepenuhnya. Seperti dalam blogpost
“Klinik Cerpen Bersama Kali Kening”, peserta datang dari berbagai sekolah di Bangilan
dan Jatirogo. Tujuannya adalah untuk mencari bibit-bibit baru yang nantinya
ikut meramaikan geliat literasi di kecamatan Bangilan. Sukses acaranya ya!
Saya
rasa mas Joyo ini rajin menulis, meski beliau mengatakan bahwa tidak biasa
mengatur waktu untuk menulis. Mungkin tidak ada jam biologis menulis. Dalam
arti, penulis memiliki waktu tertentu untuk menulis. Di waktu itulah dia merasa
nyaman, ide mengalir deras dan tentu tanpa gangguan.
Namun
begitulah mas Joyo. Dibalik kesederhanaannya, ada karya yang patut diacungi
jempol. Intinya setiap kita yang mengatakan writer
wanna be, blogger wanna be, atau apapun itu perlu konsisten menulis.
Jika menulis adalah sebuah kebahagiaan, maka tidak perlu menunggu mood. Mari menciptakan mood itu. Mari memaksa diri untuk istiqomah menulis.
Lalu,
kalau tidak ada ide, inspirasi? Rasanya stuck
begitu. Iya, ini benar-benar masalah! Di depan laptop, lama dan tidak
menghasilkan apapun. Mungkin hanya sebaris prolog dengan setumpuk lamunan. Ah,
jangan deh! Atau malah lebih asyik scroll
akun sosial media.
Sekali lagi, jangan menunggu mood!
Mas
Joyo mengatakan bahwa inspirasi menulis bisa datang dari mana saja. Dari
setumpuk buku di rak, perpustakaan dan dimana saja. (lalu tengok rak buku, berapa judul yang belum
dibaca! Maaf.) Atau dari lingkungan sekitar. Membaca alam, mungkin seperti itulah.
Ada banyak hal yang bisa kita tulis dari kejadian-kejadian di sekeliling kita.
Ada banyak hikmah yang bisa kita gali. Ada banyak cerita yang layak dijadikan bahan
tulisan.
Well,
sudah siap menulis? Salam literasi!
^_^
Sedang berusaha untuk menulis tanpa menunggu mood tiba...:D
BalasHapusWah, jadi penasaran dengan Mbah Joyo ini saya, mbak...Alhamdulillah dari sebuah desa nun jauh dari gegap gempita..lahir pegiat literasi yang tak hanya banyak menginspirasi tapi juga berkarya bagi negeri..Salut!
Alhamdulillah memiliki teman yang menginspirasi kami.
HapusMbah joyo memang hebat, kekentalan aroma literasi sangat bisa dinikmati oleh kawan2 yang lain..
BalasHapusBener!
HapusOk noted. Jangan nunggu mood ya? Hehehe aku nih yang sering begitu. Sampe akhirnya gak jadi nulis.
BalasHapusKalau mood sedang nggak baik jadi susah nulis. Ih, aku banget ini.
HapusAku juga setuju sih, kalau inspirasi nulis bisa datang dari mana saja. Setuju, jangan menunggu mood bagus,nanti kalau nunggu terus, malah gak nulis-nulis :)
BalasHapusMood memang harus kita usahakan ya.
HapusMenulis dengan menunggu mood, memang terasa nyaman saat membuat tulisan. Tetapi jika mood tidak ada, haha.. Puyenngg...
BalasHapusSaya pun salut sama Mbah Joyo. Di antara kesibukannya, beliau masih bisa menulis dengan ide2 cemerlang.
Mbah Joyo memang sudah biasa mengatasi masalah mood ini. Sukses selalu!
Hapus