Update Status di Media Sosial, Cara Saya Belajar Menulis
Sabtu, 24 November 2018
5 Komentar
Tidak
pernah terpikir sebelumnya bahwa media sosial akan seramai ini. Dulu saya
dibuatkan akun facebook oleh suami agar saya bisa berhubungan dengan
teman-teman kuliah. Padahal loh, facebook itu tidak ada isinya. Update status,
pasang foto atau komen juga tidak. Saya itu silent reader. Saya berpikir, tidak
membutuhkan semua itu. Saya adem ayem di rumah bersama anak-anak yang masih
kecil. Waktu begitu cepat berlalu, mana mungkin sempat memikirkan mau menulis
apa di sana.
Sejatinya semua media
sosial adalah cara saya untuk belajar menulis.
Beberapa
tahun terakhir ini, saya mulai tertarik untuk menulis. Mau tak mau saya harus
memiliki macam-macam akun media sosial. Ya, media sosial lainnya dibuat demi
memenuhi persyaratan lomba blog. Jadilah, saya iseng saja, buat percobaan,
menulis sepatah dua patah kata. Biar kelihatan ada penghuninya. Kemudian share
link blog di media sosial tanpa kata pembuka.
Semakin
mengenal dunia menulis, saya tak bisa lepas dari semua media sosial. Ada saja
magnet yang menggerakkan jari-jari tangan ini untuk sekedar membaca status
orang. Bukan menulis status, tapi baca saja dan tekan tombol like. Menulisnya
masih malu-malu.
Pernah
suatu kali ikut kelas menulis yang memaksa saya untuk menulis panjang. Namanya juga
terpaksa, ya sudah menulis saja. Ikuti kata hati yang entah berakhir kemana. Cie...
sekali lagi menulis demi sesuatu itu rasanya kurang melibatkan perasaan. Padahal
proses menulis status itu membutuhkan waktu yang tak sekedar semenit atau dua
menit. Saya bahkan bolak-balik mengedit tulisan agar enak dibaca.
Sekali
lagi belajar menulis itu dimana saja. Mau yang gratis hingga berbayar, ada. Mau
yang suka-suka atau terencana sesuai dengan jadwal, ada. Tinggal kita, seberapa
tabah menjalani sebuah proses yang tak ada ujung. Iya, kan kalau kita berhenti
menulis, bagaimana orang akan mengenal kita sebagai penulis atau blogger. Atau sebut
saja mantan blogger. Aduh!
Blogger dan Media
Sosial
Menjadi
blogger artinya mau belajar menulis. Anggap saja media sosial itu adalah wadah
yang mampu menampung uneg-uneg tanpa protes. Yes, saya menulis. Satu paragraf
lancar. Lanjut dengan status berikutnya bisa sampai dua paragaraf. Eits...
tunggu reaksi pembaca. Adakah yang tekan tombol like dan meninggalkan
komentarnya?
Like
dan komentar bukan satu-satunya parameter bahwa tulisan saya menarik. Tidak! Faktanya
saya seringkali mendapatkan komentar justru dari teman-teman dunia nyata yang
jelas-jelas menjadi silent reader. Mereka ini sering komentar ketika bertemu
dengan saya.
Ugh...
saya jadi malu. Tulisan remeh-temeh itu berhasil menjelaskan apa yang sedang
saya pikirkan. Mungkin, tidak semua orang yang memiliki media sosial merasa
nyaman berkomentar maupun menulis status. Saya bisa memaklumi karena saya
pernah berada dalam fase ini.
Menulis status itu
susah loh.
Bagi
para blogger akun media sosial memegang peranan penting selain untuk share
blogpost juga untuk menjalin pertemanan dan mendapatkan penghasilan. Yeah,
begitulah media sosial membuat saya berpikir apa saja yang layak untuk dishare
kepada publik. Apakah kehidupan pribadi, pekerjaan, hobi? Apakah itu termasuk
pamer adalah urusan hati masing-masing.
Menulis
itu butuh perjuangan melawan segala rasa. Bolehlah kita memulai menulis status
dengan satu kata, “Alhamdulillah”. Meski mengandung tanya tanya, namun ada aura
bahagia dari kata tersebut. berbeda jika kita menulis, “Sepi”. Ini kok kayaknya
mengundang orang untuk datang ke rumahnya. Iya kalau sesama jenis teman,
sama-sama wanita, kalau beda jenis kelamin dan tidak memiliki hubungan apapun. Aww...ngeri!
Don’t say, “No
caption!”
Pernah
membaca caption begini, “No caption!” Kalau kamu penulis kenapa menulis “No
caption!” Bukan karena tidak ada ide, atau sedang buru-buru. Jadi cuma bisa
upload foto? Argg...atau malas menulis saja. Capek ah, ngetik mulu. Foto sudah
menceritakan segalanya.
Iya,
kalau buat penggemar foto, gampang buat mendiskripsikan seperti apa keinginan
si fotografer. Tapi kalau buat orang awam, yang tahunya diberi penjelasan....
Argg, lagi-lagi follower dibuat bingung.
Saya
sempat berpikir mau menulis “No caption” saja. Lagipula, saya sudah menulis di
blog. Jari-jari sudah minta istirahat. Tapi, saya tetap menyempatkan diri untuk
menulis, minimal tiga kalimat atau satu paragraf. Kalau mau membaca tulisan
yang panjang, mampir saja di blog.
Bagaimana
teman-teman, kalian menulis di media sosial untuk apa? Sharing dong!
#BPN30dayChallenge2018
#bloggerperempuan
#day5
^_^
Kalau saya lebih banyak untuk membagikan tulisan dari blog mbak...dulu sebelum aktif ngeblog sering curhat lewat medsos...tp setelah menyadari bahwa imbas curhatan itu sangat besar sayapun lebih menggunakan media sosial untuk aktivitas ngeblog saja....
BalasHapusAkupun merasa media sosial sangat potensial buat siapapun untuk komen. Pernah sebel ketika komen negatif.
HapusBener bgt, medsos emg jd tempat latian nulis
BalasHapusSetuju.
HapusBelajar nulis juga ahh ... kayaknya asyik
BalasHapus