Update Status di Media Sosial, Cara Saya Belajar Menulis




Tidak pernah terpikir sebelumnya bahwa media sosial akan seramai ini. Dulu saya dibuatkan akun facebook oleh suami agar saya bisa berhubungan dengan teman-teman kuliah. Padahal loh, facebook itu tidak ada isinya. Update status, pasang foto atau komen juga tidak. Saya itu silent reader. Saya berpikir, tidak membutuhkan semua itu. Saya adem ayem di rumah bersama anak-anak yang masih kecil. Waktu begitu cepat berlalu, mana mungkin sempat memikirkan mau menulis apa di sana.

Sejatinya semua media sosial adalah cara saya untuk belajar menulis.

Beberapa tahun terakhir ini, saya mulai tertarik untuk menulis. Mau tak mau saya harus memiliki macam-macam akun media sosial. Ya, media sosial lainnya dibuat demi memenuhi persyaratan lomba blog. Jadilah, saya iseng saja, buat percobaan, menulis sepatah dua patah kata. Biar kelihatan ada penghuninya. Kemudian share link blog di media sosial tanpa kata pembuka.  

Semakin mengenal dunia menulis, saya tak bisa lepas dari semua media sosial. Ada saja magnet yang menggerakkan jari-jari tangan ini untuk sekedar membaca status orang. Bukan menulis status, tapi baca saja dan tekan tombol like. Menulisnya masih malu-malu.

Pernah suatu kali ikut kelas menulis yang memaksa saya untuk menulis panjang. Namanya juga terpaksa, ya sudah menulis saja. Ikuti kata hati yang entah berakhir kemana. Cie... sekali lagi menulis demi sesuatu itu rasanya kurang melibatkan perasaan. Padahal proses menulis status itu membutuhkan waktu yang tak sekedar semenit atau dua menit. Saya bahkan bolak-balik mengedit tulisan agar enak dibaca.

Sekali lagi belajar menulis itu dimana saja. Mau yang gratis hingga berbayar, ada. Mau yang suka-suka atau terencana sesuai dengan jadwal, ada. Tinggal kita, seberapa tabah menjalani sebuah proses yang tak ada ujung. Iya, kan kalau kita berhenti menulis, bagaimana orang akan mengenal kita sebagai penulis atau blogger. Atau sebut saja mantan blogger. Aduh!

Blogger dan Media Sosial

Menjadi blogger artinya mau belajar menulis. Anggap saja media sosial itu adalah wadah yang mampu menampung uneg-uneg tanpa protes. Yes, saya menulis. Satu paragraf lancar. Lanjut dengan status berikutnya bisa sampai dua paragaraf. Eits... tunggu reaksi pembaca. Adakah yang tekan tombol like dan meninggalkan komentarnya?

Like dan komentar bukan satu-satunya parameter bahwa tulisan saya menarik. Tidak! Faktanya saya seringkali mendapatkan komentar justru dari teman-teman dunia nyata yang jelas-jelas menjadi silent reader. Mereka ini sering komentar ketika bertemu dengan saya.

Ugh... saya jadi malu. Tulisan remeh-temeh itu berhasil menjelaskan apa yang sedang saya pikirkan. Mungkin, tidak semua orang yang memiliki media sosial merasa nyaman berkomentar maupun menulis status. Saya bisa memaklumi karena saya pernah berada dalam fase ini.

Menulis status itu susah loh.

Bagi para blogger akun media sosial memegang peranan penting selain untuk share blogpost juga untuk menjalin pertemanan dan mendapatkan penghasilan. Yeah, begitulah media sosial membuat saya berpikir apa saja yang layak untuk dishare kepada publik. Apakah kehidupan pribadi, pekerjaan, hobi? Apakah itu termasuk pamer adalah urusan hati masing-masing.

Menulis itu butuh perjuangan melawan segala rasa. Bolehlah kita memulai menulis status dengan satu kata, “Alhamdulillah”. Meski mengandung tanya tanya, namun ada aura bahagia dari kata tersebut. berbeda jika kita menulis, “Sepi”. Ini kok kayaknya mengundang orang untuk datang ke rumahnya. Iya kalau sesama jenis teman, sama-sama wanita, kalau beda jenis kelamin dan tidak memiliki hubungan apapun. Aww...ngeri!

Don’t say, “No caption!”

Pernah membaca caption begini, “No caption!” Kalau kamu penulis kenapa menulis “No caption!” Bukan karena tidak ada ide, atau sedang buru-buru. Jadi cuma bisa upload foto? Argg...atau malas menulis saja. Capek ah, ngetik mulu. Foto sudah menceritakan segalanya.

Iya, kalau buat penggemar foto, gampang buat mendiskripsikan seperti apa keinginan si fotografer. Tapi kalau buat orang awam, yang tahunya diberi penjelasan.... Argg, lagi-lagi follower dibuat bingung.

Saya sempat berpikir mau menulis “No caption” saja. Lagipula, saya sudah menulis di blog. Jari-jari sudah minta istirahat. Tapi, saya tetap menyempatkan diri untuk menulis, minimal tiga kalimat atau satu paragraf. Kalau mau membaca tulisan yang panjang, mampir saja di blog.

Bagaimana teman-teman, kalian menulis di media sosial untuk apa? Sharing dong!

#BPN30dayChallenge2018

#bloggerperempuan

#day5

^_^



Nur Rochma Assalamualaikum. Mengasah ilmu, berbagi rasa, asa dan cerita lewat tulisan. Happy reading! ^_^

5 Komentar untuk "Update Status di Media Sosial, Cara Saya Belajar Menulis"

  1. Kalau saya lebih banyak untuk membagikan tulisan dari blog mbak...dulu sebelum aktif ngeblog sering curhat lewat medsos...tp setelah menyadari bahwa imbas curhatan itu sangat besar sayapun lebih menggunakan media sosial untuk aktivitas ngeblog saja....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Akupun merasa media sosial sangat potensial buat siapapun untuk komen. Pernah sebel ketika komen negatif.

      Hapus
  2. Bener bgt, medsos emg jd tempat latian nulis

    BalasHapus
  3. Belajar nulis juga ahh ... kayaknya asyik

    BalasHapus
Taraa! Akhirnya tiba disini. Terima kasih Anda telah membaca blogpost ini. ^_^

Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel