Ketika Naskah Ditolak Media Cetak, Saya Ngeblog!
Selasa, 20 November 2018
12 Komentar
Kapan
tulisan terakhir dimuat di media cetak?
Mungkin
sekitar 3 atau 4 tahun yang lalu. Ingatan saya mendadak harus bekerja keras
mencari keterangan waktu. Pada naskah terakhir ini, saya tidak mendapat imbalan berupa uang ataupun
barang. Tidak apa-apa juga sih. Karena saya kangen saja dimuat di media cetak. Jadi
saya pilih yang paling gampang ditembus, yaitu koran lokal.
Sebelumnya tulisan saya pernah dimuat di tabloid fantasi, majalah Dialogue, Hello, Ummi, Annida, Sabili, Mentari dan beberapa surat kabar lokal. Rasanya senang bukan main. Sampai loncat-loncat seperti anak kecil demi merayakan kebahagiaan sesaat.
Waktu
itu meski tidak langganan, saya rutin membeli majalah ummi yang setiap bulan. Jadi
majalah ini banyak sekali di rumah. Sampai tidak muat dan akhirnya saya
memutuskan untuk say goodbye. Beberapa masih saya simpan, termasuk naskah saya
yang dimuat. Saya juga masih suka membuka-buka majalah Ummi, membaca sekilas. Kemudian
disimpan lagi.
Meski
cuma ada empat naskah yang dimuat di majalan Ummi, saya merasa ini prestasi
yang luar biasa. Ya, saya berusaha menghargai pencapaian ini. Butuh usaha dan
kesabaran yang tidak mudah. Jika ada naskah yang terbit makan redaksi Ummi
mengirimkan majalahnya ke rumah. Saya buka berkali-kali. Tanpa membaca saya
sudah ingat benar semua kata dan tanda baca. Jadi ketika diedit oleh redaksi,
saya hafal.
Masalahnya
saya itu orangnya malas. Semangat juang rendah. Bagaimana tidak malas, sebulan saja cuma menghasilkan
satu atau dua naskah. Kalau semuanya ditolak ya sudah, diam saja. Bahkan kadang sebulan tidak menulis apapun. Saya kurang
fokus, kurang semangat untuk belajar menggali ide dan menulis. Kelemahan saya
ini semakin lama semakin menggila. Katakanlah saya berhenti total dari menulis
bertahun-tahun setelah ini.
Mengapa Ngeblog?
Sampai
suatu ketika suami membuatkan blog. Katanya biar nanti tulisan saya
langsung
bisa dibaca. Biar tetap menulis. Terserah apa saja yang ditulis asal saya tetap
mematuhi aturan dia. Yang penting menulis
yang baik-baik. Jangan sampai nanti ada curhatan yang mengarah ke hal-hal
buruk.
Saya
pikir benar juga. Kalau saya memiliki blog, dan menuliskan ide, keinginan, uneg-uneg,
dsb sepertinya lebih mudah. Maka, pada tahun 2009 saya mulai menulis di
blog. Pakai blog yang gratisan dulu karena tujuan ngeblog cuma buat hore-hore.
Dengan adanya blog, sewaktu-waktu saya bisa menulis dan publish. Tidak perlu menunggu lama. Semua berjalan sesuai dengan keinginan. Saya tidak peduli harus menulis berapa kali dalam seminggu. Ada ide menulis, publish. Tidak ada ya tidak perlu memaksa menulis. Bersenang-senang saja di rumah, bersembunyi dengan segala rutinitas dan urusan. Toh, tidak ada yang membaca tulisan saya kecuali saya dan suami.
Dengan adanya blog, sewaktu-waktu saya bisa menulis dan publish. Tidak perlu menunggu lama. Semua berjalan sesuai dengan keinginan. Saya tidak peduli harus menulis berapa kali dalam seminggu. Ada ide menulis, publish. Tidak ada ya tidak perlu memaksa menulis. Bersenang-senang saja di rumah, bersembunyi dengan segala rutinitas dan urusan. Toh, tidak ada yang membaca tulisan saya kecuali saya dan suami.
Saya sangat berterima kasih kepada suami. Bagaimanapun juga dia yang telah mendorong saya untuk terus menulis. Dia yang sering bertanya, “Kenapa kamu nggak nulis lagi?” Meski jawaban saja asal-asalan, kadang bete dan emosi juga.
Suami saya tidak paham tentang proses menulis, namun dia mampu memberikan ruang untuk
memaksimalkan hobi menulis saya. Yeah, saya saja yang kurang termotivasi,
kurang greget menyambut pertanyaan demi pertanyaan yang membosankan itu. (Mohon jangan ditiru ya! Jangaaan!)
Kadang memang banyak ide yang bekeliaran di kepala. Ingin bicara tapi saya merasa tak perlu. Pilihan yang paling mudah untuk menyalurkan segala isi hati dan pikiran adalah dengan menulis gaya bebas. Saya merasa telah menemukan dunia baru yang lebih menggembirakan.
Setelah memiliki blog, saya seolah sedang memaksa suami untuk memahami dunia menulis. Tapi kemudian saya
kecewa. Yang jelas saya dan suami memiliki kecenderungan yang berbeda. Kami
tidak bisa berkomunikasi dengan baik tentang sisi-sisi yang menonjol dari kami.
Saya tidak mungkin memaksa suami hanya untuk memberikan saran terhadap tulisan
saya. Dia tidak akan bisa memahami masalah seperti ini. Sama seperti saya
ketika diajak ngobrol tentang urusan pekerjaan. Bakal tidak nyambung. Namun kami
berusaha untuk memaklumi, saling support dan
percaya.
Sejujurnya saya sama sekali tidak tahu-menahu tentang blog. Pikiran saya
memang terlalu sempit untuk mencerna bagaimana membuat blog. Asal sudah ada
blog yang dibuatkan oleh suami ya sudah, saya isi saja. Saya tidak peduli
dengan tampilannya, kecepatan loading, siapa pembaca blog dsb. Saya bahkan tidak tahu bagaimana
merawat blog. Karena keinginan saya begitu sederhana, menulis.
Kalau
ingat awal ngeblog dulu, cukup memalukan bagi saya. Beberapa tulisan saya hapus, lainnya saya biarkan saja. Saya ingat, seorang guru menulis pernah mengatakan bahwa perjalanan menulis seseorang bisa saja sangat berbeda dengan lainnya. Mengapa harus malu. Biarkan saja, biarkan menjadi pelajaran berharga. Untuk selanjutnya belajar memperbaiki dan mengembangkan tema tulisan.
Aduh, tulisan saya benar-benar acak-acakan. Ide yang terlalu banyak atau pemborosan kata-kata, entahlah... Menulis sesuai mood, semuanya berisi tentang kisah sehari-hari yang remeh temeh alias tidak penting, mirip buku diary anak sekolahan. Pernah mengambil foto orang karena saya tidak tahu ada yang free. Setelah tahu saya hapus.
Saya tidak pernah membagikan postingan di sosial media. Tidak peduli apakah memiliki pembaca atau tidak. Yup, begitulah menulis, karena ingin menyalurkan hobi saya tidak peduli dengan segala macam aturan.
Saat ini alasan ngeblog lebih luas. Saya sudah berinteraksi dengan para blogger, belajar dari komunitas, blogwalking, dsb sehingga menulis blog bukan asal menulis. Menulis adalah tentang belajar, sampai kapanpun. Blog bisa dijadikan tempat untuk berbagi informasi pengetahuan dan pengalaman, menjalin pertemanan, membantu teman dan mendapatkan pekerjaan.
Yeah....jangan sampai saya merasa ngeblog cuma begitu-begitu saja. Up and down itu nyata adanya. Blog sempat mati suri sampai bertahun-tahun karena merasa tidak ada gunanya ngeblog. Namun saya sadar, dunia menulis itu luas dan bakal menyenangkan jika mampu mengelola dengan baik. Saya berusaha bangkit untuk menulis kembali dan menemukan diri saya dalam tulisan.
Semoga selalu istiqomah menulis yang baik. Happy blogging!
#BPN30dayChallenge2018
#BloggerPerempuan
Aduh, tulisan saya benar-benar acak-acakan. Ide yang terlalu banyak atau pemborosan kata-kata, entahlah... Menulis sesuai mood, semuanya berisi tentang kisah sehari-hari yang remeh temeh alias tidak penting, mirip buku diary anak sekolahan. Pernah mengambil foto orang karena saya tidak tahu ada yang free. Setelah tahu saya hapus.
Saya tidak pernah membagikan postingan di sosial media. Tidak peduli apakah memiliki pembaca atau tidak. Yup, begitulah menulis, karena ingin menyalurkan hobi saya tidak peduli dengan segala macam aturan.
Saat ini alasan ngeblog lebih luas. Saya sudah berinteraksi dengan para blogger, belajar dari komunitas, blogwalking, dsb sehingga menulis blog bukan asal menulis. Menulis adalah tentang belajar, sampai kapanpun. Blog bisa dijadikan tempat untuk berbagi informasi pengetahuan dan pengalaman, menjalin pertemanan, membantu teman dan mendapatkan pekerjaan.
Yeah....jangan sampai saya merasa ngeblog cuma begitu-begitu saja. Up and down itu nyata adanya. Blog sempat mati suri sampai bertahun-tahun karena merasa tidak ada gunanya ngeblog. Namun saya sadar, dunia menulis itu luas dan bakal menyenangkan jika mampu mengelola dengan baik. Saya berusaha bangkit untuk menulis kembali dan menemukan diri saya dalam tulisan.
Semoga selalu istiqomah menulis yang baik. Happy blogging!
#BPN30dayChallenge2018
#BloggerPerempuan
^_^
Wah sering ngirim ke media cetak ya mbak. Kalo aku pembaca aja media cetak. Annida, Ummi, Sabili, pernah aku baca waktu jaman sekolah. Sekarang kayaknya udah nggak ada ya? Atau saya yg kurang update? Hehe
BalasHapusSabili sudah lama nggak ada. Lainnya aku kurang update. Beberapa tahun terakhir ini sudah nggak beli majalah karena menumpuk di rumah akhirnya aku kasihkan orang dan aku jual kiloan.
HapusHebat suami ibu ya. Lah saya kurang didukung suami, he...he...curhat.com
BalasHapusMakasih.
HapusWah, jangan-jangan jaman langganan majalah Ummi dulu, aku salah satu penggemarmu, mbak. 😁
BalasHapusAduh, tutup muka aku.
HapusAku suka deh baca-baca tulisan yang seperti ini. Buat aku semangat nulis. Aku masih newbie...tulisanku masih sebiji per bulan hahahhaa. Tapi aku salut sama suamimu, mbak. Dia perhatian banget itu lho sampe dibikinin blog. Aku punya blog aja bikin sendiri... haaiiiyaaaa belom bersuamik soalnya hahah. Anyway, thank you for sharing your thoughts, mbak Nur.
BalasHapusSama2. Semoga bermanfaat.
HapusWow, udah dari 2009, udah banyak banget pengalaman di dunia blogging. Ibaratnya udah kenyang asam garam perbloginggan. Semoga terus istiqamah berbagi dan berbahagia melalui blog. :)
BalasHapusSaling support ya. Makasih.
HapusWah saya dulu klo ke perpus sering baca cerpennya umi, jgn2 ada cerpennya dikau mb hehe
BalasHapusSeneng klo hobi kita disupport pasangan ya, walau pasangan mbuh ga mudeng tulis menulis asal difasilitasi uda jempol deh, dikasi wifi misalnya haha
Aku juga suka pke foto ndiri, walo ada yg free tetep takusahain foto ndiri, klo emot baru donlod yg free
Meski banyak gak mudheng, yang penting suami bisa support dan pengertian.
Hapus