My Sons My Bodyguards
Selasa, 08 Januari 2019
14 Komentar
Halo
teman-teman! Apa kabarnya hari ini? Semoga sehat dan sukses mewujudkan harapan
di tahun 2019.
Ceritanya
kemarin saya menjemput anak-anak, eh si sulung juga menjemput. Saya pikir si
tengah pulang lebih sore sehingga saya mampir-mampir dulu. Ternyata tidak, dia
sudah menunggu dijemput. Jadinya si kakak menjemput si tengah juga.
Dua
anak terbagi antara ikut saya dan ikut kakaknya. Si bungsu ikut kakak,
sedangkan si tengah bersama saya. Anak tengah kok so sweet ya. “Ibu aku temani
pulang. Nanti kalau ibu panik di jalan bisa gawat!” Lanjut dengan tawa khasnya
yang sedikit mengejek.
Sudah
bertahun-tahun naik motor masih saja diragukan kemampuan saya. Kalau cuma buat
keliling kota sih saya pasti sudah hafal. Lagipula, saya naik motor tidak
pernah jauh.
Tapi
karena saya suka deg-degan kalau tiba-tiba ada kendaraan di depan, maka anak
saya merasa perlu menemani saya. Katanya, biar ibu tidak panik. Lha, justru
sebaliknya, kalau saya memboncengkan dia makin kacau. Anaknya suka ngobrol
sepanjang jalan. Bikin saya tidak fokus!
Bagaimanapun
saya menghargai usahanya. Terima kasih ya, Nak!
Lain
lagi dengan si sulung dan si bungsu. Kalau si sulung sejak SMA sudah sering
mengantarkan saya belanja, ke rumah teman dan lainnya. Juga mengantar dan menjemput adiknya. Urusan
antar jemput ini insyaAllah selalu beres asal perintahnya detail. Saya terbantu
sekali ketika anak tidak malu harus mengantar ibunya.
Demikian
juga dengan si bungsu yang perhatian sekali. Ketika saya katakan ingin
menjenguk kakaknya yang sedang sakit, dia ingin ikut. “Aku temani ibu, ya!”
Sebenarnya
saya ragu. Sejak menikah saya tidak pernah pergi keluar kota sendirian. Kecuali
kalau terpaksa sekali. Seperti ketika alm ibu saya dirawat di sebuah rumah
sakit di Surabaya sedangkan anak sulung sedang ujian nasional. Memang pilihan
sulit. Tapi karena di Surabaya sudah ada adik saya dan istrinya yang domisili
di Surabaya, saya agak tenang. Suami saya waktu itu dinas di Surabaya, setiap
hari pasti ke rumah sakit. Setelah anak saya selesai UN barulah saya menyusul
ke Surabaya sendirian.
Nah,
kali ini saya ingin menyusul saja. Toh, ujian anak-anak sudah selesai. Anak-anak
tahu bahwa saya sudah lama tidak pernah naik bus sendiri, jadi agak khawatir
saja. Apalagi suami, “Sudah, nggak usah kesini. Kamu sama anak-anak saja di
rumah.”
Namanya
ibu, tahu anaknya sedang sakit, pasti naluri ibu langsung nyambung. Tidak mudah untuk berdiam saja di rumah. Selama jarak
masih bisa dilipat, saya ingin segera menemuinya.
Bersama
si bungsu saya menunggu bus. Hujan tidak kunjung reda. Saya tidak peduli apakah
busnya bagus atau tidak, perjalanan ini harus terlaksana. Si bungsu anteng,
bisa tidur meskipun kami duduk di bangku belakang. Saya deg-degan ketika
melewati jalan bergelombang. Mungkin rasanya seperti diguncang ombak. Saya
pasrah. Keinginan kuat untuk menemui anak lebih penting daripada sebuah rasa
ini.
Karena
saya tidak pernah naik bus sendirian itulah, bapak saya sampai tidak percaya.
Tidak cukup melemparkan sekali pertanyaan agar yakin saya berangkat saat itu
juga. Sementara suami saya, sepanjang jalan itu
menelpon berkali-kali untuk memastikan kami baik-baik saja.
Kadang
saya berpikir anak laki-laki itu cenderung cuek alias kurang perhatian. Namun
ketika saya mencoba untuk membuka pembicaraan, membuka masalah, mereka akan
menyimak. Kalau itu menurut mereka penting pasti dengan kesadarannya akan
memberikan ide untuk mencari jalan keluar yang bisa diterima bersama.
^_^
Bahagianya punya anak2 yang nurut mba.
BalasHapusAlhamdulillah.
HapusOrtunya sukses mendidik.
HapusKepekaan itu sbnrny bsa dilatih sejak kecil ya mba, anak laki2ku ini paliiiiing takut klo aku hamil lagi, katanya takut ibunya mati, byuhhhhhh
BalasHapusAduh jangan! Kalau hamil lagi, nanti bakal punya teman main, hihi...
Hapussementara ini anak perempuanku yang lebih perhatian sama saya.
BalasHapusInsyaAllah menyusul saudaranya.
HapusIya mbk, anak yang tengah manis banget yak. Biasanya kalok anak cowok memang kelihatan cuek, tp sebenarnya punya rasa peduli dan perhatian juga ya mbk.
BalasHapusManis seperti gula, mbak, hihi...
HapusOhh so Sweet
BalasHapusHihi...iya mbak.
HapusSo sweet. Bahagianya punya anak anak yang soleh solehah juga penyayang ya mba. Masya Allah. Alhamdulillah.
BalasHapusAamiin
HapusJujur aku ngakak baca celotehan anaknya kak Rochma saat akan diboncengin ..., adaaa aja ya celotehan anak-anak jaman sekarang.
BalasHapusUdah kayak dewasa saja bicaranya.
Itu ponakanku juga kayak gitu kalau bicara, kak. Sok udah dewasa gitu ..., kadang malah bikin ngakak dengernya.