Ingin Mengenal Jawa Tengah? Datang Saja di Grand Maerakaca, Taman Mininya Jawa Tengah
Jumat, 01 Februari 2019
13 Komentar
Jawa
Tengah memiliki taman mini, loh. Bagi warga Semarang mungkin tak asing lagi
dengan Grand Maerakaca yang dulu bernama Puri Maerakaca. Tempat ini berada dalam
satu kawasan PRPP (Pusat Rekreasi dan Promosi Pembangunan) Jawa Tengah, kompleks
Tawang Mas, Semarang.
Baca juga Maghrib di Masjid Agung Jawa Tengah.
Meskipun sudah berganti nama, saya suka menyebut Puri Maerakaca. Mungkin karena kata “puri” sudah lebih dahulu familiar di telinga saja. Zaman masih single dulu, pernah main disini bersama dengan teman-teman kos. Seingat saya, ada banyak anjungan. Lainnya saya lupa.
Meskipun sudah berganti nama, saya suka menyebut Puri Maerakaca. Mungkin karena kata “puri” sudah lebih dahulu familiar di telinga saja. Zaman masih single dulu, pernah main disini bersama dengan teman-teman kos. Seingat saya, ada banyak anjungan. Lainnya saya lupa.
Kalau
sekarang, sudah banyak berubah. Tempat yang saya tuju pertama kali adalah PRPP.
Ternyata tertutup rapat. Byiuh... terancam gagal. Saya lupa di pintu mana
pengunjung bisa masuk.
Mobil
melaju perlahan. Pintu masuknya ada di samping. Seorang wanita dengan baju seragamnya memberhentikan kami. Saat itu juga si mbak bertanya berapa orang yang mau masuk. Okelah, tanpa basa-basi, saya harus
membayar tiket masuk. Untuk lima orang saya membayar Rp 45.000. Uang tersebut
sekaligus untuk membayar parkir. Anak bungsu saya tidak dihitung. Mungkin bonus
ya.
Dari
sini, saya cuma bisa membatin, “Kok kayak gini lokasinya.”
Maklumlah
kalau saya belum menemukan hal-hal istimewa. Jalan menuju tempat parkir becek
selepas hujan malam hari. Sedangkan di tempat parkir tidak. Tempat ini berbatasan langsung dengan PRPP.
Waktu
itu masih pagi, belum banyak pengunjung. Mobil di parkiran bisa dihitung dengan
satu jari. Saya ajak anak-anak menuju Grand Maerakaca. Sekilas tempat wisata
ini biasa saja. Di depan tulisan besar Grand Maerakaca adalah tempat bermain
anak-anak. Seperti sebuah pasar malam yang buka pagi, aneka permainan menjadi
daya tarik anak-anak kecil. Daripada diajak jalan-jalan keliling Grand Maerakaca dalam suasana bad mood, mending bermain disini.
Kami
melanjutkan perjalanan menuju anjungan-anjungan. Di setiap anjungan ditulis
nama kabupaten. Kemudian gapura, yang berbeda tiap kabupaten. Bentuk rumahpun
demikian.
Pengunjung
diperbolehkan memasuki anjungan-anjungan tersebut. saya tidak masuk di semua
anjungan. Karena untuk masuk satu per satu butuh waktu yang sebentar. Belum lagi
kalau terjebak keinginan difoto oleh suami.
Buat
yang ingin memuaskan rasa penasaran bisa banget masuk ke anjungan-anjungan
disini. Di dalamnya ada hasil kerajinan dan budaya setempat. Ada juga yang
memajang lukisan pahlawan yang berasal dari daerahnya.
Sayangnya
tidak semua anjungan ini pintunya terbuka. Di beberapa tempat, justru anjungan
tidak terawat dengan baik. Ada juga yang pintu pagarnya digembok. Yang seperti
ini tidak ada penjaganya.
Berbeda
dengan anjungan yang benar-benar ada penjaganya. Kita dipersilakan masuk dan
bebas mau duduk, selonjoran, sambil cekrek-cekrek. Atau yang cuma pengen
bertanya soal daerah tersebut. Ada juga yang menjual hasil kerajinan lokal. Seperti
ketika saya berkunjung ke anjungan Jepara. Ada etalase yang menjual hasil
kerajinan monel. Rata-rata di anjungan ini menjual snack dan minuman dingin.
Anjungan-anjungan
disini menampilkan wisata, kuliner dan hal-hal menarik yang orang-orang awam
mudah mengenalinya. Seperti anjungan Blora yang memajang angkringan sate Blora.
Juga anjungan Klaten yang membuat miniatur candi.
Untuk
mengelilingi semua anjungan ini saya berjalan kaki. Ada kalanya saya berhenti dan
masuk ke dalam rumah-rumah khas suatu daerah. Ada kalanya saya mencari angle yang sekiranya pas
buat foto-foto. Yang lebih banyak adalah hanya lewat dan menyaksikan suami yang
sibuk memotret.
Di sini, saya
baru tahu anjungan ini bisa dipakai untuk acara kelompok atau komunitas. Terutama yang memiliki teras luas, bisa menampung banyak orang di satu tempat. Mungkin
karena ini musim liburan, beberapa grup memutuskan untuk berwisata disini
sambil makan siang. Mobil bahkan bisa masuk hingga di depan anjungan dan menurunkan kotak-kotak makanan.
Selain
jalan kaki, pengunjung bisa menyewa sepeda tandem. Per 30 menit kita hanya
perlu membayar Rp 10.000. Lumayan juga buat olah raga bareng-bareng. Saya menyewa
dua sepeda. Awalnya buat saya dan suami. Kemudian satu lagi, buat tiga anak saya. Ternyata
saya maupun suami tidak sempat mengayuh sepeda tandem. Dipakai saja oleh
anak-anak.
Baca juga Terjebak Spot Instagrammable di Kota Lama Semarang.
Baca juga Terjebak Spot Instagrammable di Kota Lama Semarang.
Hutan Mangrove yang instagrammable
Sisi
lain dari Grand Maerakaca adalah hutan mangrove yang instagrammable. Mau dilihat dari atas, samping, depan,
belakang, aih, tetep cantik. Rimbunnya pohon mangrove merupakan angin segar
bagi penggemar fotografi.
Hutan
mangrove terletak di pinggir pantai kota Semarang. Kita bisa menyusuri jalan
atau sekedar duduk di bangku sambil memandang hijaunya air dan birunya langit. Tenang,
sejuk dan damai. Mungkin tiga kata itulah yang tepat untuk menyuarakan view di
hutan mangrove.
Selain dengan berjalan kaki, kita bisa menikmati hutan mangrove dengan menyewa perahu. Pengen lebih syahdu, kita bisa menikmati hamparan air telaga ini dari atas jembatan yang dipakai sebagai cafe. Ya, cafe angringan Ngambang terlihat romantis kala ada sejoli yang sedang menikmati liburan.
Ops,
saya tidak ikut naik ke jembatan, ke cafe. Saya ingin membebaskan diri dengan
segala keriuhan disini. Memandang air yang tenang. Pohon-pohon yang menghijau. Lalu
menghirup udara segar. Sayang, tak berapa lama, seorang laki-laki merokok di
samping saya. Bubar semua khayalan saya!
Pengunjung
sudah mulai ramai. Bukan saja keluarga-keluarga yang ingin menikmati libur akhir tahun, namun juga bermacam-macam komunitas
tumplek di dekat hutan mangrove. Bangku-bangku yang menghadap ke hutan mangrove
mulai penuh oleh orang-orang dan barang bawaan mereka.
Note:
Disamping
hal-hal menarik seperti yang saya ceritakan diatas, pastinya ada yang perlu
menjadi perhatian pihak pengelola wisata. Yang paling mengganggu bagi saya
adalah saluran air yang berada di dekat tempat parkir. Aromanya menyengat
sekali. Kemudian di beberapa bagian anjungan, saya melewati genangan air dan
selokan yang juga menyebabkan aroma khasnya.
Tidak
semua anjungan terbuka. Ada yang digembok rapat. Padahal anjungan ini dibuat
untuk dipamerkan kepada para pengunjung. Kalau sedang diperbaiki, ya tidak
masalah. Para pengunjung pasti bisa memakuminya. Lha, kalau digembok artinya
kita hanya bisa melihat bangunan dari suatu kabupaten. Itu saja.
***
Wisata
seperti ini sangat bagus untuk memperkenalkan kota-kota kabupaten di Jawa
Tengah. Bukan saja untuk warga Jawa Tengah namun untuk wisatawan dari mana
saja. Ketika saya mengajak anak-anak masuk ke salah satu anjungan, saat itu
juga mereka belajar budaya, adat dan kebiasaan lokal.
Saya
bisa memiliki ide untuk bermain tebak-tebak. Setelah berkunjung ke beberapa
anjungan, saya ingin memastikan anak-anak bisa menjawab pertanyaan. Misalnya, “Apa
yang terkenal dari Jepara?”
“Ukirannya!”
jawab si bungsu.
Yang
ingin menjelajahi Jawa Tengah, bisa loh dimulai dari sini. Dari Taman Mininya
Jawa Tengah.
Yang mau foto-foto bisa mampir disini.
Yang mau foto-foto bisa mampir disini.
Tiket
masuk Rp 10.000
Parkir
Rp 5.000
Happy
traveling!
^_^
Wah sekarang udah banyak perubahan ya mbak, terakhir kesana belum ada spot spot foto yang instagramable. Hehehe
BalasHapusDulu sekali pernah kesini belum kayak gini. Cuma ada anjungan aja. Sekarang sudah ramai pedagang, tempat mainan dan tempat foto.
HapusAsik ya semoga di Jawa Barat ada, aamiin
BalasHapusAamiin.
HapusWahhh tempatnya asik yaa, jadi pengen kesana dan menikmati tempatnya itu wuehehe
BalasHapusKalau aku yang paling asyik itu di hutan mangrove.
HapusWahhh pasti keren banget tempatnya buat eksis foto foto gitu ya mba :D
HapusAnjungan klatennya tidak diulas secara lebar ya, jadi penasaran banget. Semoga samakin terawat, dan dipromosikan secara gencar biar tambah ramai.
BalasHapusAku lihat sekilas dan foto-foto. Cuma di anjungan Jepara yang masuk. Memburu waktu jadi kurang lama aja mainnya.
HapusKayaknya yang keren hutan mangrove-nya tuh. Kalau rumah-rumahnya kayaknya biasa aja. Tapi saya penasaran : di dalam tiap-tiap rumah apa yang dipamerkan ya?
BalasHapusContohnya kerajinan khas daerah setempat. Tapi ada beberapa anjungan yang tutup mba.
HapusTetep ya hutan mangrove yang bagus.
Naksir aku sama view jembatan cafenya ..., bayangin duduk santai disana sambil mandangin hutan mangrove pasti ketje.
BalasHapusBikin adem tuh.
Hapus