Sumber Mata Air Krawak Bukan Sekedar Wisata Alam
Jumat, 26 Oktober 2018
Tulis Komentar
Sumber
mata air Krawak terletak di desa Guwoterus, kecamatan Montong Kabupaten Tuban.
Lokasinya satu arah dengan air terjun Nglirip. Sebagai tempat wisata, sumber
air Krawak ini kurang populer dibandingkan air terjun Nglirip. Namun beningnya sumber
mata air Krawak ini mengalir hingga Nglirip.
Baca juga Jernihnya air terjun Nglirip...
Sumber
mata air Krawak merupakan wisata alam yang berupa sumber mata air yang keluar
melalui celah bebatuan di sungai Krawak yang berada di tengah hutan jati. Ini
termasuk wilayah Perhutani. Tapi tenang, untuk menikmati beningnya sumber mata
air Krawak sekarang makin mudah.
Minggu
lalu, saya agak ragu ketika berhenti tepat di sebuah pos dengan jalan yang
tertutup palang. Saya pikir ini adalah wilayah Perhutani bukan untuk umum.
Ternyata memang masuk wilayah Perhutani dan dikelola sebagai obyek wisata.
Setelah suami bertanya sebentar, kemudian memutuskan untuk mampir. Sejujurnya
saya penasaran dengan foto-foto yang selama ini beredar di dunia maya. Apakah
memang sebagus foto tersebut atau biasa saja. Hmmm... kita lihat yuk!
Masuk
wilayak hutan jati dan memang seperti ini keadaannya, panas. Daun-daun
berguguran bercampur dengan sampah makanan yang berserakan. Entahlah, mengapa
tempat-tempat seperti ini menjadi area pembuangan sampah.
Tempat
ini sudah ada bangku dan meja untuk duduk santai. Beberapa bagian dipasang
papan dengan tulisan warna-warni. Contohnya adalah Welcome Krawak to Spring Water
Lestari Alamku. Saya sempat duduk dulu melihat suasana yang bisa dikatakan sepi
pengunjung. Kok rasanya jauh dari kata dikelola, meski fasilitas untuk menuju
obyek wisata sudah ada. Toilet sedang dibangun, musholla ada disampingnya. Kemudian ada satu
warung.
Selanjutnya
saya berjalan menuju sumber mata air Krawak yang tak jauh dari tempat saya
duduk. Sebuah mobil tangki sudah diparkir dengan selang menuju ke mata air
Krawak. Kemudian air disedot hingga tangki penuh.
Saya
merasa kesulitan mencari jalan ke sungai. Saya biarkan suami dan si bungsu
berjalan diatas batu-batu sungai. Tak lama, saya melihat si bungsu sudah
bermain air. Padahal tidak membawa baju ganti. Celana panjangnya dilepas,
sementara dia nyemplung ke dalam bagian sungai yang dangkal. Anak saya ini
memang senang banget kalau diajak ke tampat yang ada airnya. Semacam hobi
bermain air.
Rasanya
saya ingin segera pulang saja. Tapi dua orang itu masih asyik di sungai. Saya
berdiri dibawah pohon rindang, mematung. Tak ada tempat untuk duduk kecuali
berada di tepi sungai, diataas batu-batu
dan dekat warga. Sementara itu di dekat saya ada mobil pick up yang telah
berisi jirigen-jirigen besar bersiap pergi. Disusul mobil tangki air.
Mendadak
saya membayangkan air isi ulang yang saya pakai untuk memasak di rumah. Di daerah
saya adalah daerah perkapuran. Jadi air dari sumur saja bisa mengandung endapan
kapur, yang kalau bertahun-tahun bisa mengeras dan membentuk batu kecil. Orang
zaman dalu memanfaatkan air sumur untuk memasak, namun dengan menyaringnya dengan kain halus setelah dimasak. Memasak air
bisa dua kali.
Makanya
orang-orang lebih suka membeli air isi ulang karena kandungan airnya lebih
bagus daripada disini. Tapi kalau melihat sendiri mobil tangki yang mengambil
air dari sungai, mungkin persepsi kami tentang air jadi berbeda.
Di
sungai ini seolah sudah ada pembagiannya. Sebagian dipakai anak-anak laki-laki
untuk mandi, berenang, bermain air. Sebagian lagi digunakan warga untuk
mencuci. Saya rasa ini bukan obyek wisata seperti dalam ekspektasi saya. Ini
adalah fasilitas umum. Warga datang dan pergi memanfaatkan sumber mata air
Krawak untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan untuk mencuci baju dan hiburan.
Baca juga Air terjun Bongok, Tuban...
Berbeda
dengan orang-orang yang mengambil air untuk dijual. Ah, namanya juga usaha. Tapi
bagaimana jika air isi ulang itu diambil dari sungai ini bercampur dengan air
yang dipakai untuk mencuci baju. Saya tidak
mengambil moment untuk memotret mobil tangki ini karena ada poster besar sebuah
partai di badan mobil. Lupakan saja...
Ada
mbak-mbak yang berboncengan dengan sekeranjang baju kotor. Kemudian seorang
suami yang mengantarkan istrinya untuk mencuci disini. Dan masih banyak warga
yang mengambil tempat untuk membersihkan baju-baju mereka sambil bersenda-gurau.
Cara
mencuci disini cukup sederhana. Tidak perlu memakai sikat. Baju dicelup ke air,
dikasih detergent, dikucek-kucek dengan kedua tangan. Kemudian diangkat dan
ditekan ke batu, diangkat lagi ditekan ke batu. Begitu seterusnya hingga dirasa
cukup bersih..
Saya
ingin memotret aktivitas warga disini dari jarak dekat. Cuma saya khawatir tidak
pantas saja. Laki-laki yang berenang bertelanjang dada. Anak-anak kecil masih memakai celana dalam dan
melompat dari batu besar. Byurrr... Bahagia ketika tubuh anak-anak itu
merasakan air. Syukurlah saya tidak menemukan yang nude. Suasana yang bergitu alami.
Kami
satu-satunya pengunjung di sumber mata air krawak ini. Pengunjung dalam arti
yang membayar tiket masuk dan berusaha menikmati setiap detik suasana alam. Tidak
ada pengunjung lain yang mampir hingga saya pulang. Makanya mungkin kami
terlihat asing dengan aktivitas warga.
Tiket
masuk:
Rp
10.000
Dengan tiket masuk ini saya rasa lebih dari cukup untuk mengembangkan sumber mata air Krawak menjadi lebih baik lagi. Lalu bagaimana dengan warga yang biasa ke sungai untuk mencuci? Mungkin ada pembagian tempat atau solusi lainnya. Ah, saya jadi berandai-andai saja...
Happy
traveling!
^_^
Belum ada Komentar untuk "Sumber Mata Air Krawak Bukan Sekedar Wisata Alam"
Posting Komentar
Mohon maaf, jika ada link hidup, anonymous atau broken link akan saya hapus!