Suka Duka Tinggal di Rumah Dinas
Kamis, 20 Desember 2018
14 Komentar
Halo
teman-teman, apa kabar?
Selama
liburan sekolah anak-anak, keluarga kami berubah menjadi keluarga nomaden. Selama
hari kerja kami tinggal di kota tempat suami dinas. Kemudian weekend pulang
kampung. Ini sudah terjadi selama bertahun-tahun lalu. Anak-anak sudah terbiasa
seperti ini. Kadang di rumah, kadang diluar kota. Dinikmati saja, biar ada
pengalamannya.
Sudah
tiga kali ini saya tinggal di rumah dinas di tiga kota berbeda. Hingga kapan,
saya tidak tahu. Selama pengumuman mutasi tidak ada nama suami, berarti masih
aman. Masih bisa tinggal di rumah dinas.
Rumah
dinas ini bebas ditempati oleh pegawai dan keluarganya. Kalau di kota besar
seperti Surabaya, rumah dinas selalu laris. Begitu ada yang pindah bahkan
sebelum pindah, sudah ada pegawai yang mau menempati. Apalagi jika lokasi rumah
dinas ini strategis, pasti lebih memilih tinggal di rumah dinas. Akses ke jalan
raya mudah. Lingkungan homogen, hanya seputar pegawai kantor dan keluarga
mereka.
Senang tinggal di
rumah dinas karena:
1. Gratis
Sebenarnya
tidak benar-benar gratis. Masih ada iuran bulanan. Tapi murah sekali. Tidak
terasa terbebani dengan iuran ini. Saya sih merasa seperti mendapat rumah
gratis saja.
2. Lingkungan yang
homogen
Karena
tinggal di lingkungan orang-orang kantor, saya jadi mengenal teman-teman suami.
Mau ngobrol juga gampang nyambung.
3. Lokasi strategis
Selama
saya tinggal di rumah dinas selalu mudah menuju jalan raya. Tinggal jalan kaki
selemparan batu nyampe juga. Karena lokasi strategis ini, mau kemana-mana jadi
dekat.
Sedih tinggal di rumah
dinas karena:
Kondisi bangunan
kurang terawat
Rumah
dinas itu modelnya sama semua. Luas bangunan, halaman juga sama. Cat rumah dan
pagar juga sama. Tapi bangunannya asal-asalan. Jadi kalau mau menempati rumah
harus siap-siap untuk memanggil tukang. Minimal untuk merapikan rumah. Kalau
ada genting bocor ya diganti sendiri. Kalau dinding banyak yang mengelupas ya
harus diperbaiki. Kalau septik tank dipakai berdua dengan tetangga sebelah, ya
berdua pula mengurusnya.
Harus
siap mental ketika hendak menempati rumah dinas. Rata-rata kondisi bangunannya
tidak sebagus perumahan pada umumnya. Mungkin kurang bahkan tidak ventilasi. Pintu
yang rusak, dsb. Semua ini menajdi hal yang biasa.
Rumah
dinas itu biasanya tidak banyak direnovasi oleh penghuninya. Ada kerusakan diperbaiki.
Pernah saya membuat kamar baru. Tapi yang modelnya bisa dibongkar. Karena saya
sadar ini adalah rumah dinas, bukan
rumah sendiri jadi tidak mau melakukan perubahan besar.
Mau
bilang kurang layak atau apa, rasanya ya tidak pantas. Toh, para pegawai sudah
sangat terbantu sekali dengan adanya rumah dinas, apapun kondisinya. Daripada menyewa, pasti butuh dana yang tidak murah. Lebih baik tinggal di rumah dinas dan menabung untuk rumah baru. Asalkan masih bisa dipakai berteduh, bocorpun masih bertahan. Kan tidak parah dan bisa diperbaiki nantinya.
Saya
pernah tinggal di rumah dinas yang setiap hujan deras, airnya masuk ke dalam
rumah. Setiap hujan pula saya mesti deg-degan. Barang-barang di lantai harus
segera diungsikan. Suami harus mau kerja bakti mengeluarkan air.
Karena
sering mutasi, saya sengaja tidak mau membeli banyak perabot. Seperlunya saja.
Bahkan meja dan kursi tamu saya tidak punya. Saya tak mau terbebani dengan
perabotan ketika pindah lagi. Perabot yang masih layak biasanya saya jual. Lainnya
dikasihkan saja kepada siapapun yang mau.
Keluarga
yang sering berpindah-pindah, pasti terasa banget pengeluaran untuk tempat
tinggal. Ada yang membeli rumah kemudian dijual demi mengikuti suaminya. Ada yang
sengaja membeli rumah di kampung halaman untuk masa pensiun nanti. Ada juga
yang memutuskan untuk LDM (long distance marriage).
Tidak
ada yang benar dan salah dalam keputusan ini. Sebagai istri saya ingin support
suami. Tinggal di rumah dinas adalah sebuah kemudahan bagi kami. Pastinya saya
ingin memiliki keluarga yang normal, yang setiap hari bisa menyiapkan sarapan
buat keluarga, menikmati serunya suara anak-anak (bahkan ketika mereka yang sedang berantem). Ya,
sebuah keluarga yang memiliki banyak waktu untuk family time.
^_^
Disyukuri masih dapat rumah dinas, klo ngontrak keluar biaya lagi ^_^
BalasHapusSaya juga masih menikmati rumah dinas mba.
Disyukuri aja, masih punya tempat berteduh, ya.
Hapusiya. lumayan menghemat 1 pos pengeluaran ut ngontrak rumah
HapusWah, saya nggak pernah pindah-pindah ke kota lain dari kuliah. Juga nggak pernah merasakan rumah dinas. Banyak suka dukanya ya, Mbak.
BalasHapusIya mbak.
HapusAmin, Insyaallah mbak, bagaimanapun kondisi kita, saya tetap percaya "rumahku adalah syurgaku"...
BalasHapusIya mbak. Makasih.
HapusWah enak banget ya mba tinggal di rumah dinas di perkotaan, sy dulu ikut ortu pindah rumah dinasnya mah di tempat yang jauh dr perkotaan. Hiburan pun bisa dihitung dengan jari, tp alhamdulillah segala barang gak bayar, pake ac 2pk 2 biji gak masalah ��
BalasHapusDisini listrik, dll bayar sendiri. Tidak termasuk fasilitas dari negara.
HapusWah saya baru tahu kalau tinggal di rumah dinas masih ada masalah2 seperti bocor gitu-gitu. Saya pikir rumah dinas selalu dalam kondisi baik-baik saja karena ada biaya tertentu dr instansi. Ternyata gini juga. Thanks sharingnya mbak.
BalasHapusWah itu nggak dijamin negara. Pegawai bisa mengajukan diri untuk memperoleh rumah dinas. Hanya bangunan rumah aja. Listrik, air dan perawatan adalah kewajiban pegawai.
HapusAku juga sempat nempatin rumah dinas pas di Balikpapan mbaa
BalasHapusSeru2 aj sih
Bersyukur masih dapat rumdin.
HapusHarus disyukuri mbak, saya juga sama ikut kakak di rumdin, secukupnya dan sederhana
BalasHapus